SISTEM
PEMERINTAHAN INDONESIA TAHUN 1945-SEKARANG
SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
Tahun 1945-1949
Secara umum, terjadi penyimpangan
dari ketentuan UUD 1945 antara lain: a. Berubah fungsi komite nasional
Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR. b. Terjadinya
perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan
usul BP – KNIP.
Pada masa ini, lembaga-lembaga
negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk, karena UUD 1945 pada saat ini
tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya mengingat kondisi Indonesia yang sedang
disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dengan demikian,
sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan
legislatif di Indonesia. Hal ini berdasarkan pada Maklumat Wakil Presiden Nomor
X pada tanggal 16 Oktober 1945, diputuskanlah bahwa KNIP diserahi kekuasaan
legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Sehingga pada tanggal 14
November 1945 dibentuklah Kabinet Semi-Presidensiel (“Semi-Parlementer”) yang
pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar
dianggap lebih demokratis.
Dari segi sejarah sistem
pemerintahan yang berlaku di masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil,
namun terhitung sejak tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala
pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir, dengan kata lain sistem
pemerintahannya pun berubah ke parlementer. Alasan politis untuk mengubah
sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer dipicu karena
seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar
rencananya. Soekarno menolak hal ini sedangkan Sjahrir mengumumkan pada tanggal
4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat
pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah
Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang
berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno
menyampaikan gagasan tentang “Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila.
Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk
menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota
BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang
Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya
anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD
1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata
“Indonesia” karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada
BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18
Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia.
TAHUN 1949-1950
Pada masa ini sistem pemerintahan
indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yang meganut Sistem multi
partai. Didasarkan pada konstitusi RIS, pemerintahan yang diterapkan saat itu
adalah sistem parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary). Perlu diketahui
bahwa Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukanlah cabinet
parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai
kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
Diadakannya perubahan bentuk negara
kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan konsekuensi sebagai
diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini dituangkan dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur
tangan dari PBB yang memfasilitasinya.
Wujud dari campur tangan PBB
tersebut adanya konfrensi di atas yaitu : - Indonesia merupakan Negara bagian
RIS - Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa - Wilayah diperkecil dan
Indonesia di dalamnya - RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda -
Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia
Timur.
Dalam RIS ada point-point sebagai
berikut :
1. Pemerintah berhak atas kekuasaan
TJ atau UU Darurat
2. UU Darurat mempunyai kekuatan
atas UU Federasi
Berdasarkan Konstitusi RIS yang
menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif RIS dibagi
menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
TAHUN 1950-1959
Era 1950-1959 ialah era dimana
presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara
Indonesia yang federalis. Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS
’49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer cabinet dengan
demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Adapun ciri-ciriny adalah :
a. presiden dan wakil presiden tidak
dapat diganggu gugat.
b. Menteri bertanggung jawab atas
kebijakan pemerintahan.
c. Presiden berhak membubarkan DPR.
d. Perdana Menteri diangkat oleh
Presiden.
Diawali dari tanggal 15 Agustus
1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS
NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950) disetujui oleh DPR dan Senat RIS. Pada
tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan
piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1. Pembubaran secara resmi negara
RIS yang berbentuk federasi;
2. Pembentukan NKRI yang meliputi
seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus
1950.
UUDS ini merupakan adopsi dari UUD
RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan
bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan.
Antara 1950 – 1959 Indonesia
menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang dalam waktu 4 tahun telah
terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999). Setelah
unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana
dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri
langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari
kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari
Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai
Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan
sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun
dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang
tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya
diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila
pemilihan umum dilaksanakan.
Setelah pembentukan NKRI diadakanlah
berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga
Konstituante. Lembaga Konstituante adalah lembaga yang diserahi tugas untuk
membentuk UUD baru. Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar
yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga
bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi
tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali
pada UUD 1945.
TAHUN 1959-1966
Sebagaimana dibentuknya sebuah badan
konstituante yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang Dasar baru
seperti yang diamanatkan UUDS 1950 pada tahun 1950, namun sampai akhir tahun
1959, badan ini belum juga berhasil merumuskan Undang Undang Dasar yang baru,
hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959. Bung
Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya;
membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966,
Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya
sebagai presiden seumur hidup, serta membentuk MPRS dan DPRS. Sistem yang
diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah
dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa
sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan
tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Sejak tahun 1959-1966, Bung Karno
menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPR-GR dan MPRS diangkat untuk
mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung
Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi
NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang
mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto
Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM. Era Demokrasi
Terpimpin adalah kolaborasi antara kekuasaan kaum borjuis dengan komunis itu
ternyata gagal dalam memperbaiki sistem perekonomian Indonesia, malahan yang
terjadi adalah penurunan cadangan devisa, inflasi terus menaik tanpa
terkendali, korupsi kaum birokrat dan militer merajalela, sehingga puncaknya
adalah pemberontakan PKI yang dikenal dengan pemberontakan G 30 S/ PKI. Selain
itu, Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk
melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib partai
politik ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan
mengeluarkan pendapat. Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah
MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk
kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal
tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS
dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS
yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang
masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959.
Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki
anggota-anggota yang duduk di MPR. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh
Presiden dengan syarat : Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada
perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik. Keanggotaan
MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang
wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). TAHUN 1966-1998 UUD yang sama pernah ditafsirkan sebagai
single-executive sistem, sesuai ketetapan Pasal 4 sampai 15 dan Presiden
menjabat sebagai Kepala Negara serta sekaligus Kepala Pemerintahan. Antara 1966
sampai 1998, berlaku sistem pemerintahan untuk negara integralistik dengan
konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too stong presidency). Orde
baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin
pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi
penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Pada 1968, MPR
secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan
dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada dasarnya sistem yang diberlakukan pada masa
ini adalah sistem pemerintahan presidensil. Dalam masa ini, DPR berada di bawah
kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar dianggap telah
mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif
yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (checks and balances)
dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan
yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang
oleh Soeharto.
TAHUN 1998-sekarang
Masa ini merupakan masa dimana telah
berakhrirnya rezim orde baru dan dimulainya masa reformasi. Pasca orde baru UUD
1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Sejak 2002, dengan berlakunya UUD
hasil amandemen keempat, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR sebagai
pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat
dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan
kekuasaan yang lebih besar (stong legislative). UUD 2002 hasil amandemen bahkan
telah menimbulkan kompleksitas baru dalam hubungan eksekutif dan legislative,
bila presiden yang dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar
tidak mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak mendapat
dukungan penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di DPR. Political gridlocks
semacam itu telah diperkirakan dan karenanya ingin dihindari oleh para
perancang UUD 1945, hampir 6 dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih
sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia yang
baru merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004). Setelah MPR
mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara
Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan
dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari
rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi.
Pasal 6A ayat (1) menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut menunjukkan
karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental
norm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan
UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak
memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara
kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa. Sistem Pemerintahan setelah amandemen
(1999 – 2002) :
Ø
MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
Ø
Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh
rakyat.
Ø
Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Ø
Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Ø
Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
- Pengertian
Pemerintahan dan pemerintah
Pemerintahan
adalah merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat para penyelenggara
pemerintahan yang memiliki kewenangan dan tugas yang telah ditetapkan dalam
perundang – undangan.
Pemerintah
dalam arti luas adalah syatu pemerintah yang berdaulat sebagai gabungan semua
badan atau lembaga kenegaraan yang berkuasa dan memerintah di wilayah suatu
negara meliputi badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pemerintah
dlam arti sempit adalah suatu pemerintah yang berdaulat sebagai badan atau
lembaga yang mempunyai wewenang melaksanakan kebijakan negara ( eksekutif )
yang terdiri dari presiden, wakil presiden dan para menteri.
3. Macam
system pemerintahan:
Pemerintahan presidensial.
Sistem presidensial atau disebut juga
dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden
memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan
politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden
melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat
masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena
pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya.
Contoh negara penganut :
b.
Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer
Adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal
ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat
memiliki seorang presidendan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi
simbol kepala negara saja.
Negara yang menganut sistem pemerintahan
parlementer adalah
Sistem semipresidensial
adalah
sistem pemerintahan yang menggabungkan kedua sistem
pemerintahan:
presidensial dan
parlementer.
Terkadang, sistem ini juga disebut dengan Dual Eksekutif (Eksekutif Ganda).
Dalam sistem ini,
presiden dipilih oleh
rakyat
sehingga memiliki kekuasaan yang kuat. Presiden melaksanakan kekuasaan
bersama-sama dengan
perdana menteri. Sistem ini
digunakan oleh
Republik Kelima Perancis.
Negara yang menerapkan
Sistem Pemerintahan Semi Presidensial
seperti ini adalah : Republik Kelima Perancis
Menurut Blondel, pada pertengahan 1940-an, hanya ada 6 negara baru merdeka yang
menggunakan sistem semipresidensial ganda – yang memiliki presiden sebagai
kepala negara dan perdana menteri atau menteri pertama sebagai kepala
pemerintahan - yakni Finlandia, Lebanon, Siria, Peru, Indonesia, dan Korea
Selatan.
Ciri-ciri pemerintahan semipresidensial yaitu:
- dari presidensil
- Kekuasaan
eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih
langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
- Presiden
memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan
non-departemen.
- Ciri-cirinya
adalah:
Presiden adalah kepala eksekutif pemimpin kabinet yang semua anggota
diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya.
Presiden sekaligus berkedudukan sebagai kepala negara dengan masa jabatan
yang telah ditentukan dengan pasti oleh Undang-Undang Dasar
Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi oleh sejumlah
pemilih. Oleh karena itu, ia bukan bagian dari badan legislatif.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan dalam hal
ini tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif
Sebagai imbangnya presiden tidak dapat atau tidak mempunyai wewenang
membubarkan badan legislatif.
-
*Kelebihan sistem presidensial*
1. Presiden dan mentri negara selama jabatannya tidak dapat dijatuhkan
parlemen.
2. Pemerintahan Lebih stabil.
3. Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya karena tidak
dibayang-bayangi krisis kabinet.
*Kelemahan sistem Presidensial*
1. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
2. Pengaruh rakyat terhadap kebijakan politik negara kurang mendapat perhatian
seluas-luasnya.
3. Apabila terjadi penyelewengan kekuasaan sulit untuk diketahui.
Sisitem pemerintahan referendum
adalah variasi dari sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Di negara Swiss, tugas pembuatan
undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih.
Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum terdiri dari referendum
obligatoir, referendum fakultatif, dan referendum konsultatif.
Negara
yang menganutnya
Prancis, Belgia, Inggris,amerika
serikat
- Referendum obligatoir adalah referendun yang harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan langsung dari rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu
diberlakukan. Persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam
pembuatan suatu undang-undang yang mengikat seluruh rakyat karena dianggap
sangat penting. Contoh, persetujuan yang diberikan oleh rakyat terhadap
pembuatan undang-undang dasar.
- Referendum fakultatif adalah referendum yang dilaksanakan apabila dalam waktu
tertentu sesudah undang-undang diumumkan dan dilaksanakan sejumlah orang
tertentu yang mempunyai hak suara menginginkan diadakannya referendum.
Dalam hal ini apabila referendum menghendaki undang-undang tersebut
dilaksanakan, maka undang-ndang itu terus berlaku. Tetapi apabila
undang-undang itu ditolak dalam referendum tersebut, maka undang-undang
itu tidak berlaku lagi.
- Referendun konsultatif adalah referendum yang menyangkut soal-soal teknis.
Biasanya rakyat sendiri kurang paham tentang materi undang-undang yang
dimintakan persetujuannya.
Pada pemerintahan
dengan sistem referendum, pertentangan yang terjadi antara eksekutif (bundesrat)
dan legislatif (keputusan rakyat) jarang terjadi. Anggota-anggota dari bundesrat
ini dipilih oleh bundesversammlung untuk jangka waktu 3 tahun dan bisa
Adapun ciri-ciri
dari sistem referendum sebagai berikut:
a.Tugas pembuat undang-undang (legislatif) berada dibawah
pengawasan
rakyat yang mempunyai hak pilih
.b.Legislatif adalah
representasi dari rakyat.
c. Eksekutif dipilih oleh legislatif untuk waktu tiga tahun lamanya dan
dapat
dipilih kembali
d.Kestabilan
dari sistem ini dipengaruhi oleh adanya kesepahaman
antara
eksekutif selaku pemegang kebijakan politik dengan rakyat.
.
Kelebihan
sistem pemerintahan referendum
a) Setiap masalah negara, rakyat langsung ikut
serta menanggulanginya.
b) Kedudukan pemerintah itu stabil sehingga
pemerintah akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan
kepentingan rakyatnya.
Kekurangansistem pemerintahan referendum
a) Tidak semua masalah mampu diselesaikan oleh
rakyat karena untuk mengatasinya perlu pengetahuan yang cukup yang harus
dimiliki oleh rakyat itu sendiri.
b) Sistem ini tidak bisa dilaksanakan jika
terdapat banyak perbedaan paham antara rakyat dan eksekutif menyangkut kebijakan
politik.