Judul HUBUNGAN ANTARA KEPADATAN LALU LINTAS
DENGAN Kualitas Udara di kota Padang
Yanismai.
Ujung Pandan No 46 D Padang
Abstract
The increasing
rate of economic development in the Province of West Sumatra has resulted in
acceleration in the physical development of Padang City. The development in
Padang City will become a barometer and supporting system for the development
of other areas as hinterland in West Sumatra. Consequently, the development of
every aspect in Padang City should be performed in a more progressive and
dynamic way. One of the facilities whose contribution is highest is
transportation facility. Padang is a city whose industrial development and
vehicle number are increasing each year. One way to minimalize air pollutants
due to motor vehicle on the road is by establishing a green route. The study
was conducted to find out the condition of the air quality in Padang City and
the relationship between the traffic density and the air quality in Padang
City. The chemical parameters that were studied are SO2, NO2,
HC, CO, Pb and Para-physics Ash. The condition of the air quality in Padang
City is still sufficiently good because it is still below the Boundary Grade
(NAB), according to the National Ambient Raw Air Quality PP. RI. No. 41, 1999.
Sulphuroxyde level is about 52 ug/Nm3 to 416 ug/Nm3,
Carbonmonokside is about 77,97 ug/Nm3 to 480,25 ug/Nm3,
Hydrocarbon is about 14,29 ug/Nm3 to 50,01 ug/Nm3,
Nitrogen-oxide is about 16,7 ug/Nm3 to 111 ug/Nm3,
Timbale is about 0,333 ug/Nm3 to 0,359 ug/Nm3, Ash is
about 107,9 ug/Nm3 to 214,4 ug/Nm3. The density of
traffic in Jalan Khatib Sulaiman, Ki Mangunsarkoro, Ahmad Yani and Veteran is
Padang City does not sow a significant relationship with the level of SO2,
CO, HC, NO, Pb and Ash in the air.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuaan teknologi dan
pertambahan jumlah penduduk meningkatkan jumlah kendaraan bermotor dan kawasan
industri di daerah perkotaan. Kendaraan
bermotor dan aktivitas di kawasan industri menghasilkan gas buangan yang
merupakan polutan yang menyebabkan penurunan kualitas udara. Kegiatan
pembakaran yang berlangsung tidak sempurna dari bahan bakar yang dipakai sebagai sumber energi bagi kendaraan bermotor
terintroduksi ke udara dalam bentuk gas dan partikel. Gas buang kendaraan
bermotor tersebut mengeluarkan bahan pencemar (polutan) yang berupa gas seperti
Karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (NOx), Sulfur oksida (SOx),
dan Hidrokarbon (HC) dan berupa seperti partikel debu, aerosol, timah hitam.
Udara yang tercemar oleh polutan ini dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan
manusia, hewan dan tumbuhan. Gangguan kesehatan pada manusia dapat berupa
iritasi, infeksi saluran pernapasan, gangguan pembentukan sel darah merah dan
sebagainya (Moestikahadi, 2001).
Padang merupakan ibukota
Provinsi Sumatera Barat yang berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan,
jasa, pendidikan, pariwisata, transportasi, dan industri. Berbagai fasilitas
dengan sarana dan prasarana harus disediakan diantaranya yang telah ada adalah
pelabuhan udara, pelabuhan laut, pasar, pertokoan, terminal, pergudangan,
perbankan, perkantoran, jalan dan jembatan, dan sebagainya.
Cepatnya pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sumatera Barat mengakibatkan semakin pesat pula perkembangan fisik
Kota Padang. Perkembangan di Kota Padang sekaligus akan menjadi barometer dan
pendorong bagi perkembangan daerah lainnya sebagai hinterland di
Sumatera Barat. Sebagai konsekuensinya pembangunan di segala bidang di Kota
Padang harus dilaksanakan secara lebih progresif dan dinamis. Salah satu sarana
yang cukup besar peranannya di Kota Padang adalah sarana transportasi. Sarana
transportasi memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan
di Kota Padang. Hal ini disebabkan transportasi sangat dibutuhkan untuk
menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang sehingga dengan
adanya ketersediaan sistem transportasi hal ini diharapkan dapat menunjang
berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu pembangunan.
Menurut Dewata (2001) Kota Padang merupakan
kota yang perkembangan industri dan jumlah kendaraannya terus meningkat dari
tahun ke tahun. Berdasarkan data Dinas Pendapatan provinsi Sumatera Barat tahun
2000 kotamadya Padang mempunyai jumlah kendaraan bermotor cukup tinggi, yaitu
117.307 buah yang terdiri atas 48.462 kendaraan roda empat dan 68.845 buah
kendaraan roda dua. Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan
polusi udara semakin tinggi karena hasil pembakaran bahan bakar kendaraan
tersebut.
Jumlah kendaraan bermotor yang
cenderung meningkat, merupakan indikator semakin tingginya kebutuhan masyarakat
terhadap sarana transportasi yang memadai sejalan dengan mobilitas penduduk
yang semakin tinggi. Kendaraan bermotor merupakan salah satu sarana angkutan /
transportasi darat yang dapat meningkatkan kecepatan arus lalu lintas orang
maupun barang antar daerah.
Jumlah kendaraan umum maupun
milik pribadi yang semakin meningkat akan mengurangi tingkat kenyamanan
masyarakat kota dalam melakukan segala aktivitasnya. Lebih jauh salah satu
penyebab meningkatnya suhu udara adalah polusi udara yang makin meningkat, maka
efek lain yang muncul adalah gangguan kesehatan masyarakat (Widiati, 1999 dalam
Cahyani 1999).
Adapun salah satu cara untuk
meminimalisasi polutan udara dari kendaraan bermotor di jalan raya adalah
dengan penanaman jalur hijau di ruas jalan. Bertitik tolak dari permasalahan di
atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh kepadatan
lalu lintas terhadap kualitas udara di kota Padang.
1.2 Perumusan Masalah
Pesatnya
tingkat pembangunan di kota Padang akan sejalan dengan peningkatan dinamika
penduduk sehingga transportasi yang dibutuhkanpun akan meningkat juga. Dalam
hal ini khususnya jumlah kendaraan yang ada di kota padang baik kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi. Perubahan kondisi ini akan membawa dampak tertentu
terhadap peningkatan jumlah kendaraan. Dalam hal ini adalah terhadap kualitas
udara kota Padang. Dimana kecendrungan kendaraan bermotor akan mengeluarkan
polutan yang dapat mencemari udara.
Namun sejauh ini belum ada
penelitian tentang kondisi kualitas udara di kota padang dan hubungan dengan
kepadatan lalu lintas yang di duga akan mempengaruhi kualitas udara di kota
padang.
Oleh karena itu dalam
penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi kualitas udara di kota
Padang dan
2. Bagaimana hubungan antara kepadatan lalu
lintas dengan kualitas udara di kota Padang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
kondisi kualitas udara di kota Padang.
2.
Mengetahui
hubungan kepadatan lalu lintas dengan kualitas udara di kota Padang.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari Hasil Penelitian ini
diharapkan akan dapat :
1. Memberikan gambaran tentang kualitas udara
di kota Padang, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kota
Padang dalam menata arus lalu lintas pada jalan-jalan yang padat kendaraannya.
2. Sebagai upaya dalam meningkatkan mutu
kualitas udara terutama untuk mengurangi pencemaran udara pada jalan-jalan
tertentu di Kota Padang.
II. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei
sampai Agustus 2003. Lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
pada empat jalan utama di Kota Padang (Lihat Lampiran 1).
Stasiun 1 : Jalan Khatib Sulaiman di depan Kantor Kehutanan
Stasiun 2 : Jalan Veteran di depan Restoran KFC
Stasiun 3 : Jalan A.Yani di
depan Bank BNI 46
Stasiun 4 : Jalan Ki Mangunsarkoro
di depan Komplek Perumahan Taman
Mangunsarkoro (sebagai kontrol)
2.2 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi gas SO2, HC, NOx, CO, Pb dan Debu. Penetapan
stasiun pengambilan sampel didasarkan kepada kepadatan populasi kendaraan.
Pengambilan sampel udara dan jumlah kendaraan dilakukan pada empat jalan utama
di Kota Padang.
Untuk
mengetahui kondisi iklim dan kualitas udara secara temporal, maka pengukuran
dilakukan pada pukul 07.00 – 09.00, 13.00 – 15.00, 19.00 – 21.00 WIB karena
pada jam tersebut merupakan jam sibuk atau kegiatan aktivitas sangat tinggi.
Pengamatan hanya dilakukan pada hari kerja. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan alat hitung.
2.3
Analisis Data
Analisis data
yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian ini adalah :
1. Analisis deskriptif
Untuk menjelaskan kondisi kualitas udara di lokasi penelitian, yaitu dengan
membandingkan hasil pengukuran di lapangan dengan baku mutu udara ambient.
2. Analisis Statistik
Analisis yang digunakan adalah analisis statistik regresi linear sederhana
dengan bantuan komputer menggunakan program olah data SPSS.
Regresi Linear Sederhana
Persamaan
regresi adalah sebagai berikut:
Y’ = a + bX
Y = Variabel dependent (SO2 , NOx, HC, CO,Pb, Debu)
X = Variabel independent (Kepadatan Lalu Lintas)
a = Intercep, perkiraan besarnya rata-rata
variabel Y ketika variabel X=0
b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nilai
variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kepadatan Kendaraan Pada Daerah Penelitian
Hasil
pengukuran jumlah kendaraan rata-rata selama tiga hari di tiap-tiap lokasi
penelitian di sajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata
Jumlah Kepadatan Lalu Lintas pada Empat
Jalan di Kota Padang
NNo.
|
Lokasi
|
Kepadatan Lalu Lintas
(Kendaraan/jam)
|
RRata-rata
/ Jam
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|||
1
|
Jl.
Khatib Sulaiman
|
2.550
|
1.756
|
1.915
|
59
|
2
|
Jl.
Ki Mangunsarkoro
|
985
|
521
|
344
|
77
|
3
|
Jl.
Ahmad Yani
|
1.468
|
1.584
|
943
|
166
|
4
|
Jl.
Veteran
|
2.382
|
1.876
|
1.443
|
237
|
Sumber:
Lampiran 4
Berdasarkan
distribusi jumlah kepadatan lalu lintas seperti yang disajikan pada Tabel 1,
dapat dilihat adanya variasi jumlah kendaraan bermotor baik dalam waktu maupun
lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan dengan adanya perbedaan jumlah kendaraan
tiap jam yang melalui setiap ruas jalan yang diteliti pada jam-jam tertentu.
Dari tabel 1 juga dapat dilihat kepadatan kendaraan tertinggi di jalan Khatib
Sulaiman 259 kendaraan /jam dan yang
terendah di jalan Ki Mangun Sarkoro 77 kendaraan /jam.
Tingginya
Jumlah kepadatan kendaraan pada jalan Khatib Sulaiman baik pada pagi hari,
siang serta malam hari hal ini disebabkan karena letaknya yang strategis dimana
jalan ini dekat dengan beberapa perkantoran, rumah sakit, dan pusat pendidikan.
Jalan ini merupakan pusat kota yang memiliki aktivitas yang tinggi dan dilalui
oleh berbagai jenis kendaraan. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Khatib
Sulaiman ini adalah bis kota, angkot, mobil pribadi, serta kendaraan roda dua.
Rendahnya
jumlah kepadatan kendaraan pada jalan Ki Mangunsarkoro baik pada pagi
hari, siang serta malam hari hal ini disebabkan karena jalan Ki Mangunsarkoro
ini tidak merupakan pusat kota yang memiliki aktivitas yang tinggi serta
tidak dilalui oleh kendaraan umum. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Ki
Mangunsarkoro ini hanya mobil pribadi serta kendaraan roda dua.
Kepadatan
kendaraan pada jalan A.Yani termasuk rendah. Adapun kendaraan yang lewat pada
jalan Ahmad Yani ini adalah bis sekolah, angkot, mobil pribadi, serta kendaraan
roda dua.
Kepadatan
kendaraan di jalan Veteran termasuk yang tertinggi kedua setelah jalan Khatib
Sulaiman. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Veteran ini adalah angkot,
mobil pribadi, serta kendaraan roda dua.
3.2 Kandungan Bahan Pencemar
3.2.1 Karbon Monoksida
Hasil
pengukuran di lapangan terhadap konsentrasi gas CO akibat gas buang kendaraan
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2.
Konsentrasi Karbon Monoksida pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
|
Karbon Monoksida (mg/Nm3)
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
Khatib Sulaiman
|
299,45
|
419,23
|
140,12
|
Ki Mangunsarkoro
|
405,67
|
209,05
|
239,56
|
235,04
|
77,97
|
204,53
|
|
Veteran
|
480,25
|
309,62
|
337,82
|
Baku Mutu
|
2.260 mg/Nm3
|
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa variasi kandungan gas CO antara pagi,
siang dan malam hari di semua lokasi pengukuran menunjukkan pola yang tidak
jelas. Namun demikian pada jalan - jalan yang mempunyai kepadatan kendaraan
relatif tinggi maka kadar CO yang dihasilkan juga relatif tinggi seperti jalan
Khatib Sulaiman dan jalan Veteran.
Pada
jalan Ki Mangunsarkoro jumlah kendaraan menurun tetapi kadar CO ditemukan
relatif tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor jenis bahan bakar
yang digunakan oleh kendaraan yang melewatinya. Jenis bahan bakar yang
digunakan menentukan banyak sedikitnya gas CO yang dikeluarkannya.
Dari
Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa nilai dari konsentrasi CO di semua lokasi per
waktu Masih berada dibawah baku mutu udara ambient. Berdasarkan PP RI No.41 Th
1999 Konsentrasi Karbon Monoksida yang
diperbolehkan yaitu sebesar 2.260 mg/Nm3 pengukuran 24 jam. Hal ini disebabkan
pada jalan-jalan tersebut banyak terdapat pepohonan seperti pohon mahoni.
Mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu
menyerap kadar polutan di udara. Beberapa jenis pohon mempunyai sifat yang baik
sekali untuk proteksi terhadap ancaman pencemaran udara oleh bahan buangan
kendaraan di jalan raya. Dalam proses fotosintesis, pepohonan dapat
mengabsorbsi CO dan CO2 yang
berasal dari emisi pembakaran bahan bakar mesin (BBM) kendaraan bermotor.
Proses transparansi dan refleksi yang dimiliki oleh pepohonan tersebut dapat
menjadi barier mekanik dari debu dan partikel yang berterbangan di udara yang
berasal dari debu kendaraan bermotor yang melaju di jalan raya (Cahyani, 1999).
3.2.2 Nitrogen Dioksida
Tabel 3. Konsentrasi Nitrogen Dioksida pada empat Jalan di
Kota Padang
Lokasi |
Nitrogen Dioksida (mg/Nm3)
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
Khatib Sulaiman
|
18,50
|
37,00
|
37,00
|
Ki Mangunsarkoro
|
18,50
|
18,50
|
111,00
|
Ahmad Yani
|
ttd
|
55,50
|
18,50
|
Veteran
|
18,50
|
16,65
|
18,50
|
Baku Mutu
|
2.260 mg/Nm3
|
Tabel
3 memperlihatkan bahwa ada kecenderungan dengan bertambahnya jumlah kendaraan
maka konsentrasi NO2 akan bertambah. Konsentrasi NO2 di
udara di pagi, siang, dan malam memiliki variasi yang berlainan di tiap-tiap
lokasi pengukuran. Di jalan Ki Mangunsarkoro konsentrasi NO2 lebih
tinggi pada malam hari, walaupun kepadatannya paling rendah. Faktor yang
memungkinkan hal ini adalah di malam hari kecepatan anginnya rendah, sehingga
kadar NO2 cenderung tinggal di lokasi sumber polutan. Di siang hari
kecepatan anginnya tinggi sehingga kadar NO2 yang ada dapat
didistribusikan ke lokasi lainnya, sehingga konsentrasi NO2 di
lokasi sumber menjadi berkurang.
Menurut
Cahyani (1999) faktor tanaman juga dapat mempengaruhi kadar polutan NO2.
Di pagi dan siang hari stomata daun, yang berfungsi sebagai jalan masuknya
polutan ketubuh tanaman, terbuka lebar. Hal ini memungkinkan masuknya gas NO2
ketanaman, sedangkan di malam hari stomata daun cenderung dalam keadaan
tertutup dan ini menyebabkan konsentrasi NO2 tidak dapat terserap
oleh tanaman. Dengan berkurangnya konsentrasi NO2 di udara oleh
tanaman, maka kualitas udara dapat terjaga. Akan tetapi gas NO2 ini
memberikan pengaruh yang negatif terhadap tanaman, yaitu dapat menyebabkan
terjadinya nekrosis atau kerusakan jaringan daun yang mengancam pertumbuhan
dari tanaman tersebut. Kualitas udara akibat polutan NO2 dapat
diketahui dari nilai baku mutu udara ambient yang diperbolehkan untuk daerah
penelitian. Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Nitrogen Dioksida yang diperbolehkan yaitu sebesar 2.260 mg/Nm3
pengukuran selama 24 jam Berdasarkan hasil pada Tabel 3. di ketahui bahwa
kualitas udara, khususnya konsentrasi NO2 masih jauh di bawah nilai
baku mutu kecuali jalan Ki Mangunsarkoro sehingga dikatakan bahwa kualitas
udaranya masih baik.
3.2.3 Hidrokarbon
Hasil
pengukuran hidrokarbon di lokasi
pengukuran disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konsentrasi Hidrokarbon pada empat Jalan di Kota
Padang
Lokasi |
Hidrokarbon (mg/Nm3)
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
Khatib Sulaiman
|
ttd
|
21,43
|
ttd
|
Ki Mangunsarkoro
|
ttd
|
50,01
|
14,29
|
Ahmad Yani
|
28,58
|
35,72
|
14,29
|
Veteran
|
42,87
|
14,29
|
14,29
|
Baku Mutu
|
171,5 mg/Nm3
|
Konsentrasi Hidrokarbon (HC) cendrung tinggi pada siang hari
yang terdapat pada jalan Khatib Sulaiman, jalan Ki Mangunsarkoro dan jalan
Ahmad Yani sedangkan pada jalan Veteran konsentrasi hidrokarbon cenderung
tinggi pada waktu pagi hari. Konsentrasi Hidrokarbon cenderung lebih tinggi
dibanding pagi dan siang hari pada lokasi pengukuran. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kecepatan angin di lokasi-lokasi tersebut pada malam hari
rendah. Pada jalan Khatib Sulaiman konsentrasi Hidrokarbonnya tidak terdeteksi
yaitu pada waktu pagi hari dan malam hari. Dan pada jalan Ki Mangunsarkoro
konsentrasi Hidrokarbon tidak terdeteksi pada pagi hari.
Dari
Hasil Pengukuran Hidrokarbon dilokasi disajikan pada tabel 4. konsentrasi Hidrokarbon yang paling tinggi
pada jalan Ki Mangunsarkoro karena
konsentrasi Hidrokarbon cenderung tinggi disiang hari dan turun di malam hari.
Hal ini disebabkan karena sifat gas Hidrokarbon yang mudah menguap dan terlepas
keudara (Fardiaz,1992). Tingginya konsentrasi
Hidrokarbon di jalan Veteran pada pagi hari diduga disebabkan karena faktor
kecepatan angin yang rendah sehingga polutan tidak terdistribusi ketempat lain sedangkan pada siang hari
kecepatan angin meningkat sehingga polutan terdistribusi kedaerah lain yang
ditandai dengan turunnya konsentrasi Hidrokarbon disiang dan malam hari.
Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Hidrokarbon yang diperbolehkan
yaitu sebesar 171,5 mg/Nm3
pengukuran selama 24 jam. Dengan demikian konsentrasi Hidrokarbon pada
penelitian ini untuk semua lokasi penelitian masih jauh di bawah 171,5 mg/Nm3.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas udara akibat gas Hidrokarbon masih
baik, belum tercemar oleh polutan Hidrokarbon.
3.2.4 Sulfur Dioksida
Tabel 5. Konsentrasi Sulfur Dioksida pada empat Jalan di Kota
Padang
Lokasi
|
Sulfur Dioksida (mg/Nm3)
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
Khatib Sulaiman
|
Ttd
|
104
|
182
|
Ki Mangunsarkoro
|
416 *
|
ttd
|
182
|
ttd
|
78
|
52
|
|
Veteran
|
ttd
|
ttd
|
364*
|
Baku Mutu
|
260 mg/Nm3
|
Ket : ttd :
tidak terdeteksi
* : > Nilai ambang batas (NAB)
Bila
dilihat kadar SO2 paling tinggi untuk masing-masing lokasi adalah
jalan Ki Mangunsarkoro. Tingginya konsentrasi SO2 pada jalan Ki
Mangunsarkoro disebabkan kendaraan yang melintas pada jalan ini umumnya
kendaraan pribadi yang menggunakan bahan bakar premium. Bahan bakar ini menghasilkan
kadar polutan yang tinggi. Selain itu pada saat pengamatan di jalan Ki
Mangunsakoro sedang dilakukan pembangunan Real estate yang menggunakan mesin
diesel. Mesin diesel ini menggunakan bahan bakar solar sedangkan untuk solar
Menurut Buku II NKLD DKI (2000) menyebutkan bahwa Kadar SO2 yang
tinggi adalah dalam bahan bakar solar
(0,396 %). Maka dengan demikian mesin diesel akan meningkatkan
konsentrasi SO2 di udara.
Pada
Tabel 5 juga terlihat bahwa konsentrasi SO2 tidak terdeteksi pada
setiap lokasi pengukuran yaitu pengukuran waktu pagi dan siang hari. Untuk
pengukuran pagi hari yang tidak terdeteksi adalah di jalan Khatib Sulaiman dan
jalan Ahmad Yani. Sedangkan yang tidak terdeteksi pada siang hari adalah di
jalan Ki Mangunsarkoro, untuk jalan veteran tidak terdeteksi pada waktu pagi
serta siang hari. Faktor yang menyebabkan tidak terdeteksinya konsentrasi SO2 diduga karena SO2 mempunyai daya reaksi yang besar sehingga
dalam waktu yang relatif singkat kadarnya dapat berubah. Di Udara SO2
dioksidasi menjadi SO3 yang dalam keadaan lembab berubah menjadi H2S04
asam sulfat (Soe’eib,1991).
Tabel
5 juga memperlihatkan Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Sulfur
Dioksida yang diperbolehkan yaitu sebesar 260 mg/Nm3
pengukuran selama 24 jam. Hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa
konsentrasi SO2 pada jalan Ki Mangunsarkoro pagi dan Veteran pada
waktu malam hari telah melewati Nilai Ambang Batas (NAB) tersebut.
3.2.5 Debu
Tabel 6. Konsentrasi Debu pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
|
Debu (mg/Nm3)
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
Khatib Sulaiman
|
182,73
|
214,39
|
107,91
|
Ki Mangunsarkoro
|
162,59
|
181,29
|
151,08
|
Ahmad Yani
|
161,15
|
184,17
|
125,18
|
Veteran
|
162,59
|
181,29
|
169,78
|
Baku Mutu
|
230 mg/Nm3
|
Kadar
debu yang paling tinggi pada pagi dan siang hari terdapat pada jalan Khatib
Sulaiman sedangkan pada malam hari pada jalan Veteran. Variasi konsentrasi debu
di lokasi pengukuran seperti terlihat pada gambar di bawah ini, dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor ini memberikan pengaruh yang
berlainan di tiap-tiap lokasi pengukuran. Faktor kepadatan memberikan pengaruh
terhadap konsentrasi debu di lokasi-lokasi yang padat kendaraannya , misalnya
di jalan Khatib Sulaiman dan Veteran (Tabel 1).
Berdasarkan
hasil pada tabel 6 dapat dikatakan bahwa udara disemua lokasi pengukuran belum
tercemar oleh debu karena masih dibawah PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi debu
yang diperbolehkan yaitu sebesar 230 μg/Nm3 pengukuran selama 24
jam.
3.2.6 Pb
Tabel 7. Konsentrasi Pb pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
|
Pb (mg/Nm3)
|
||
Pagi
|
Siang
|
Malam
|
|
Khatib Sulaiman
|
0,344
|
0,347
|
0,337
|
Ki Mangunsarkoro
|
0,340
|
0,336
|
0,339
|
Ahmad Yani
|
0,353
|
0,343
|
0,348
|
Veteran
|
0,349
|
0,352
|
0,359
|
Baku Mutu
|
2 mg/Nm3
|
Hasil pengukuran di lapangan tentang konsentrasi Pb akibat gas buang
kendaraan bermotor disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat variasi
konsentrasi Pb antara pagi, siang dan malam hari di semua lokasi pengukuran
hampir sama dan masih dibawah baku mutu.
Berdasarkan
hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa konsentrasi Pb di semua lokasi
pengukuran belum tercemar oleh Pb karena masih dibawah PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Pb yang
diperbolehkan yaitu sebesar 2μg/Nm3 pengukuran selama 24 jam.
Rendahnya kadar Pb dilokasi tersebut diduga disebabkan oleh banyaknya
pohon-pohon terutama pohon mahoni (Swietenia mahagoni). Menurut
penelitian Wargasasmita et al (1991) bahwa tumbuhan dapat mengakumulasi timbal
pada daun dan kulit batangnya. Jumlah timbal yang terserap oleh daun
dipengaruhi oleh jarak dan lebarnya tajuk. Lebar tajuk akan menyebabkan bahan
pencemar terhalang gerakannya dan diserap oleh daun selain itu juga dipengaruhi
oleh keadaan tanah disekitar pohon. Tanah yang ditutupi oleh tanaman penutup seperti
rumput akan menghalangi masuknya timbal kedalam tanah yang nantinya diserap
oleh akar.
3.3 Hubungan
Kepadatan Lalu Lintas dengan Kandungan Bahan
Pencemar di Kota Padang
Dari Hasil analisis
diperoleh bahwa beberapa kandungan bahan pencemar melihatkan korelasi
(hubungan) dengan jumlah kendaraan yaitu: CO, Pb serta Debu walaupun tidak
nyata secara statistik.
|
Dari
analisis regresi dan kolerasi antara jumlah kendaraan dengan kadar CO ditemukan
nilai r yang positif yaitu 0,518 artinya setiap bertambahnya jumlah kendaraan
satu satuan akan menyebabkan kadar CO diudara pada daerah penelitian meningkat
sebesar 0,0511 mg/Nm3.
(Berdasarkan persamaan Y = 200,252 + 0,0031 X, dimana b = 0,0511). Namun secara
statistik persamaan ini tidak berbeda nyata dan mempunyai kolerasi yang lemah.
Tidak adanya korelasi yang erat kemungkinan besar disebabkan oleh jenis dan
kualitas kendaraan yang lewat sangat bervariasi. Kendaraan baru umumnya
pembakaran dalam mesinnya bagus sehingga kadar CO yang dikeluarkan sedikit.
Mobil atau kendaraan tua banyak mengeluarkan gas CO karena proses pembakaran
dalam mesin jelek. Pembakaran yang tidak sempurna dari proses pembakaran bahan
bakar akan menimbulkan gas CO yang tinggi dan hal ini sering terjadi pada
proses pembakaran dari kendaraan bermotor terutama kendaraan yang kurang
pemeliharaannya. Selain itu karburator atau injector, saringan udara atau
bensin yang kotor, serta kualitas bensin yang rendah juga bisa jadi penyebab
meningkatnya CO.
Bila
ditinjau dari kondisi dasar kadar CO di daerah penelitian sebesar 200, 252
masih tergolong rendah dari nilai ambang batas (NAB). Jadi kadar CO didaerah
ini masih rendah pada saat penelitian baik pagi, siang, maupun malam hari.
Dimana Kadar CO rata-rata yang ditemukan disemua tempat adalah 279,86 mg/ Nm3.
Kadar ini tidak jauh berbeda dari kadar dasar CO. Hal ini disebabkan CO
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dengan konsentrasi 0,01 –
0,02 ppm dan juga merupakan gas tidak reaktif dibandingkan kelompok bahan
pencemar lainnya dan mempunyai kecepatan melemah (konsentrasi menipis 0,1%
perjam ditempat sinar matahari. Oleh karena itu reaktifitasnya rendah dan
konsentrasi dalam gelembung udara mudah terbawa oleh angin, maka konsentrasi CO
dapat berkurang dengan cepat. Akan tetapi CO mempunyai waktu tinggal diudara 3
tahun, atau dengan kata lain CO akan tetap bertahan diudara lama sekali dan
lebih berbahaya bila dibandingkan dengan SOx atau NOx yang waktu tinggal
diudara hanya 5 hari (Soe’eib Cit Rau)
Pengamatan
ini sejalan dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh Suksmeri (2003) yang
menyatakan bahwa banyak faktor lain yang dapat menyebabkan tinggi rendahnya
konsentrasi CO diudara, misalnya kecepatan angin yang dapat mendistribusikan
polutan ke lokasi lain, faktor kelembaban udara yang mampu mengikat polutan
sehingga konsentrasinya relatif tinggi dan juga dari tanaman itu sendiri,
karena setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menyerap
polutan.
3.3.2 Hubungan
Kepadatan Lalu Lintas dengan Kadar Pb
Dari
analisis regresi dan kolerasi antara jumlah kendaraan dengan kadar Pb ditemukan
nilai r yang positif yaitu 0,499 artinya setiap bertambahnya jumlah kendaraan
satu satuan akan menyebabkan kadar Pb diudara pada daerah penelitian meningkat
sebesar 0,0000034 mg/Nm3.
(Berdasarkan persamaan Y = 0,338 + 0,0000034X, dimana b = 0,0000034). Namun pada
dasarnya bila dilihat dari nilai r sendiri hubungan ini masih lemah dan bila
ditinjau secara statistik persamaan ini tidak berbeda nayata sehingga dalam hal
ini peranan kendaraan dalam menambah jumlah kadar Pb masih kecil dan tidak
nyata. Tidak adanya korelasi yang erat kemungkinan besar disebabkan oleh jenis
bahan bakar dan kualitas kendaraan yang lewat sangat bervariasi. Kendaraan yang
menggunakan bahan bakar bensin dan solar . Jenis Kendaraan yang menggunakan
bahan bakar bensin mengeluarkan Pb lebih banyak.
Salah
satu alternatif untuk menurunkan konsentrasi pencemaran udara timbal di
perkotaan adalah dengan menggunakan bensin tanpa timbal (misal super TT) pada
kendaraan bermotor. Namun demikian, perlu difikirkan bahwa tidak semua design
kendaraan bermotor sesuai bila menggunakannya. Selain itu harganya lebih tinggi
dari bensin biasa maka perlu difikirkan juga tentang kemampuan atau daya beli
masyarakat.
Namun,
sejak 1990 desain mobil sudah disesuaikan dengan bensin tanpa timbal (Unleaded
gasoline). Selain itu untuk menggiring masyarakat sadar terhadap gas buang
kendaraan mereka, dilakukan pula uji emisi gas buang secara mendadak di
beberapa ruas jalan. Untuk keperluan pengujian emisi, alat penguji itu berupa
gas analyzer untuk mengukur emisi gas buang kendaraan berbahan bakar bensin,
dan smoke tester untuk mengukur kepekatan asap dari kendaraan berbahan bakar
solar.
Bila ditinjau
dari kondisi dasar kadar Pb di daerah penelitian sebesar 0,338 mg/Nm3
kadar ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan nilai ambang batas
(NAB). Jadi kadar Pb didaerah ini masih tergolong rendah pada saat penelitian
baik pagi, siang, maupun malam hari. Adapun Kadar Pb rata-rata yang ditemukan
disemua tempat adalah 1,037 mg/ Nm3. Kadar ini jauh lebih tinggi dari
kadar dasar Pb namun belum melebihi nilai ambang batas (2 mg/Nm3
).
Hasil analisa
yang dilakukan antara jumlah kendaraan dengan kadar Pb pada dasarnya jumlah
kendaraan itu mempengaruhi kadar Pb secara positif, namun pengaruh ini masih
kecil dan secara statistik tidak berbeda nyata. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kadar Pb di beberapa tempat di kota Padang (penelitian) masih dibawah
nilai ambang batas.
Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat disimpulkan peningkatan jumlah kendaraan di kota Padang
masih kecil sumbangannya terhadap Pb diudara dan tidak berbeda nyata. Namun ada
kemungkinan peningkatan jumlah kendaraan yang terus menerus selama beberapa
tahun yang akan datang akan berpeluang terhadap dalam peningkatan kadar Pb yang
besar dan nyata. Untuk menghindari pencemaran udara maka dianjurkan untuk
menggunakan bensin bebas timbal.
3.3.3
Hubungan Kepadatan Lalu Lintas
dengan Kadar Debu
Dari
analisis regresi dan kolerasi antara jumlah kendaraan dengan kadar debu
ditemukan nilai r yang positif yaitu 0,483 artinya setiap bertambahnya jumlah
kendaraan satu satuan akan menyebabkan kadar debu diudara pada daerah
penelitian meningkat sebesar 0,0097357 mg/Nm3.
(Berdasarkan persamaan Y = 156,093 + 0,007357X, dimana b = 0,007357). Namun pada
dasarnya bila dilihat dari nilai r sendiri hubungan ini masih lemah dan bila
ditinjau secara statistik persamaan ini tidak berbeda nyata sehingga dalam hal
ini peranan kendaraan dalam menambah jumlah kadar debu masih kecil dan tidak
nyata. Tidak nyata berkorelasinya terhadap debu karena kondisi jalan yang tidak
sama, terutama di jalan Khatib Sulaiman yang umumnya debunya sedikit karena
jika waktu hari hujan debu tidak tertinggal dijalan maka akan terbawa hanyut
kepinggir jalan karena tanah yang disekitarnya rendah.
Bila ditinjau dari kondisi dasar kadar debu di daerah
penelitian sebesar 156,093 mg/Nm3 kadar ini masih tergolong rendah bila
dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB). Jadi kadar Debu didaerah ini
masih tergolong rendah pada saat penelitian baik pagi, siang, maupun malam
hari. Adapun Kadar Debu rata-rata yang ditemukan disemua tempat adalah 496,1875
mg/
Nm3. Kadar ini jauh lebih tinggi dari kadar dasar debu yang ada di
daerah penelitian. Demikian pula halnya bila dibandingkan nilai ambang batas.
Kadar yang ditemukan jauh melebihi nilai
ambang batas yang dibolehkan (230 mg/ Nm3 ).
Berdasarkan
hasil analisa antara jumlah kendaraan dengan kadar debu ternyata jumlah
kendaraan mempengaruhi kadar debu di daerah penelitian. Hal ini terjadi akibat
debu dari emisi kendaraan dan terbangnya debu-debu disekitar jalan akibat
padatnya arus lalu lintas.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap pengaruh kepadatan lalu lintas terhadap
kualitas udara di Kota Padang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Kondisi Kualitas Udara di Kota Padang masih cukup baik dimana dari empat lokasi yang diamati Kadar Sulfurdioksida berkisar dari 52 μg/Nm3 sampai 416 μg/Nm3, Karbonmonoksida berkisar dari 77,97 μg/Nm3 sampai 480,25 μg/Nm3, Hidrokarbon berkisar dari 14,29 μg/Nm3 sampai 50,01 μg/Nm3 , Nitrogen Oksida berkisar dari 16,7 μg/Nm3 sampai 111 μg/Nm3 , Timbal berkisar dari 0,336 μg/Nm3 sampai 0,359 μg/Nm3, Debu berkisar dari 107,9 μg/Nm3 sampai 214,4 μg/Nm3 . Nilai semua parameter yang diamati masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Baku Mutu Udara Ambient Nasional PP. RI. No. 41 th 1999 untuk Kota Padang.
- Kepadatan lalu lintas pada jalan Khatib Sulaiman, Ki Mangunsarkoro, Ahmad yani serta Veteran di kota padang tidak melihatkan hubungan yang signifikan dengan kadar SO2 , CO, HC, NO, Pb serta Debu di udara.
4.2 Saran-saran
Dalam upaya menurunkan konsentrasi polutan pada beberapa ruas jalan, maka
saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1.
Untuk menghindari kemacetan lalu lintas di beberapa ruas
jalan, perlu adanya pengaturan jalur lalu lintas jalan raya, sehingga tidak
menimbulkan kemacetan terutama pada jam-jam sibuk.
2.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kualitas udara
dan faktor lain yang mempengaruhinya pada ruas jalan padat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Basronni, BM. 1987. Studi Pendahuluan Penentuan Kandungan Timbal (Pb)
diudara pada Beberapa Lokasi di Kotamadya Padang. Hal 3
Bayong, T. 1987. Iklim dan Lingkungan. PT. Cendekia Jaya
Utama. Bandung.
BMG. 2003. Data
Klimatologi bulan Juli 2003. Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tabing. Padang.
2 hal.
BPS Sumbar 2003. Padang Dalam Angka 2003. Kantor Statistik Kota
Padang. Hal. 1
Cahyani, N. 1999. Pengaruh Gas Buang Kendaraan Bermotor dan
Keberadaan Jalur Hijau terhadap kualitas udara dan Parameter Iklim di Kotamadya
Yogyakarta. Skripsi.UGM. Yogyakarta. 87 hal
Dewata, I. 2001. Analisis SO2, NO2 dan Logam Pb
di Udara dengan metode Spektrofotometri di Kotamadya Padang, Sumatera Barat.
Fakultas MIPA-Kimia UNP. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Volume.21 No 4. Hal
246 - 255
Dewi, K. 2000. Pemantauan Kualitas Udara Ambient. Laboratorium
Kualitas Udara. ITB. Bandung. Hal 40-92
J. Supranto, M.A 1996. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi
kelima jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta 323 hal.
Lestari, P. 2000. Pengantar Pencemaran Udara serta Pengelolaannya.
Laboratorium Kualitas Udara. ITB. Bandung. Hal 1 – 39
Manahan, E.S. 1983. Environmental Chemistry. Fourt Edition. Cole Publishing Company. California.
Moestikahadi, S. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung. 274
hal
Munaf, E. 2000. Kimia Analisa Lingkungan. Pascasarjana
Universitas Andalas. Padang. 163 hal
Palar, H.1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta. 152 hal
Pemerintah Kota Padang dan Bappeda kota Padang.2003. Laporan Draft
Akhir Penyusunan Database Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) Kota
Padang Tahun Anggaran 2003. Padang. Hal I-1 s/d I-9, II-1 s/d II-6 dan V-36 s/d
V-49
Priyati, Y. 1989. Penelitian Pencemaran Udara oleh Partikel Debu. Dalam
Berita Pusat Riset Dirgantara LAPAN. Jakarta.
Ratna, A.S. 1990. Penentuan Kadar CO di Kawasan Terminal Bus
Umbulharjo Kotamadya Yogyakarta. Tesis. Fakultas Biologi. UGM.
Yogyakarta.
Ruslan, H.P. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Satya
Wacana. Semarang.
Sastrawijaya, T.A. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit PT. Rineka
Cipta Jakarta. 274 hal
Soe’eib, S. 1991. Kualitas Udara di Pusat Transportasi Umum dan
dikawasan Industri di Kota Surabaya serta pengaruhnya terhadap kesehatan
penduduk. Tesis Universitas Air Langga. Surabaya. Hal 26.
Suin, N.M. 2000 Biostatistika. Penerbit YPTK Padang. 321 halaman
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.
Penerbit PT. Grasindo. Jakarta. 297 hal
Suskmeri. 2003. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kadar
Karbonmonoksida di beberapa ruas jalan di Kota Padang tahun 2003. Tesis. Padang
Hal 22
Widiati, W. 1994. Pengaruh Gas Buang Kendaraan Bermotor terhadap
Kadar Timbal Darah Pedagang Kaki Lima (Kasus di Kodya Yogyakarta). Tesis.
Fakultas Geografi. UGM. Yogyakarta.
BIODATA PENULIS
Nama : YANISMAI
Tempat/Tgl Lahir : Bukittinggi / 30
April 1976
Pekerjaan :
-
Instansi :
-
Jabatan :
-
Pangkat :
-
Golongan :
-
Riwayat Pendidikan:
1.
1983-1989 SD Pertiwi I Padang
2.
1989-1992 Diniyyah
Puteri Padang Panjang
3.
1992-1995 MAN
I Padang
4.
1995-2000 Jurusan
Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial UNP Padang.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar