Efek Blog

Selasa, 13 Mei 2014

Judul HUBUNGAN ANTARA KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN Kualitas Udara di kota Padang



Judul HUBUNGAN ANTARA KEPADATAN LALU LINTAS DENGAN Kualitas Udara di kota Padang

Yanismai. Ujung Pandan No 46 D Padang


Abstract


The increasing rate of economic development in the Province of West Sumatra has resulted in acceleration in the physical development of Padang City. The development in Padang City will become a barometer and supporting system for the development of other areas as hinterland in West Sumatra. Consequently, the development of every aspect in Padang City should be performed in a more progressive and dynamic way. One of the facilities whose contribution is highest is transportation facility. Padang is a city whose industrial development and vehicle number are increasing each year. One way to minimalize air pollutants due to motor vehicle on the road is by establishing a green route. The study was conducted to find out the condition of the air quality in Padang City and the relationship between the traffic density and the air quality in Padang City. The chemical parameters that were studied are SO2, NO2, HC, CO, Pb and Para-physics Ash. The condition of the air quality in Padang City is still sufficiently good because it is still below the Boundary Grade (NAB), according to the National Ambient Raw Air Quality PP. RI. No. 41, 1999. Sulphuroxyde level is about 52 ug/Nm3 to 416 ug/Nm3, Carbonmonokside is about 77,97 ug/Nm3 to 480,25 ug/Nm3, Hydrocarbon is about 14,29 ug/Nm3 to 50,01 ug/Nm3, Nitrogen-oxide is about 16,7 ug/Nm3 to 111 ug/Nm3, Timbale is about 0,333 ug/Nm3 to 0,359 ug/Nm3, Ash is about 107,9 ug/Nm3 to 214,4 ug/Nm3. The density of traffic in Jalan Khatib Sulaiman, Ki Mangunsarkoro, Ahmad Yani and Veteran is Padang City does not sow a significant relationship with the level of SO2, CO, HC, NO, Pb and Ash in the air.


I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kemajuaan teknologi dan pertambahan jumlah penduduk meningkatkan jumlah kendaraan bermotor dan kawasan industri di daerah perkotaan.  Kendaraan bermotor dan aktivitas di kawasan industri menghasilkan gas buangan yang merupakan polutan yang menyebabkan penurunan kualitas udara. Kegiatan pembakaran yang berlangsung tidak sempurna dari bahan bakar yang dipakai  sebagai sumber energi bagi kendaraan bermotor terintroduksi ke udara dalam bentuk gas dan partikel. Gas buang kendaraan bermotor tersebut mengeluarkan bahan pencemar (polutan) yang berupa gas seperti Karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (NOx), Sulfur oksida (SOx), dan Hidrokarbon (HC) dan berupa seperti partikel debu, aerosol, timah hitam. Udara yang tercemar oleh polutan ini dapat menyebabkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Gangguan kesehatan pada manusia dapat berupa iritasi, infeksi saluran pernapasan, gangguan pembentukan sel darah merah dan sebagainya (Moestikahadi, 2001).
Padang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Barat yang berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata, transportasi, dan industri. Berbagai fasilitas dengan sarana dan prasarana harus disediakan diantaranya yang telah ada adalah pelabuhan udara, pelabuhan laut, pasar, pertokoan, terminal, pergudangan, perbankan, perkantoran, jalan dan jembatan, dan sebagainya.
Cepatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat mengakibatkan semakin pesat pula perkembangan fisik Kota Padang. Perkembangan di Kota Padang sekaligus akan menjadi barometer dan pendorong bagi perkembangan daerah lainnya sebagai hinterland di Sumatera Barat. Sebagai konsekuensinya pembangunan di segala bidang di Kota Padang harus dilaksanakan secara lebih progresif dan dinamis. Salah satu sarana yang cukup besar peranannya di Kota Padang adalah sarana transportasi. Sarana transportasi memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan di Kota Padang. Hal ini disebabkan transportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang sehingga dengan adanya ketersediaan sistem transportasi hal ini diharapkan dapat menunjang berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu pembangunan.
 Menurut Dewata (2001) Kota Padang merupakan kota yang perkembangan industri dan jumlah kendaraannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Dinas Pendapatan provinsi Sumatera Barat tahun 2000 kotamadya Padang mempunyai jumlah kendaraan bermotor cukup tinggi, yaitu 117.307 buah yang terdiri atas 48.462 kendaraan roda empat dan 68.845 buah kendaraan roda dua. Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan polusi udara semakin tinggi karena hasil pembakaran bahan bakar kendaraan tersebut.
Jumlah kendaraan bermotor yang cenderung meningkat, merupakan indikator semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi yang memadai sejalan dengan mobilitas penduduk yang semakin tinggi. Kendaraan bermotor merupakan salah satu sarana angkutan / transportasi darat yang dapat meningkatkan kecepatan arus lalu lintas orang maupun barang antar daerah.
Jumlah kendaraan umum maupun milik pribadi yang semakin meningkat akan mengurangi tingkat kenyamanan masyarakat kota dalam melakukan segala aktivitasnya. Lebih jauh salah satu penyebab meningkatnya suhu udara adalah polusi udara yang makin meningkat, maka efek lain yang muncul adalah gangguan kesehatan masyarakat (Widiati, 1999 dalam Cahyani 1999).
Adapun salah satu cara untuk meminimalisasi polutan udara dari kendaraan bermotor di jalan raya adalah dengan penanaman jalur hijau di ruas jalan. Bertitik tolak dari permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh kepadatan lalu lintas terhadap kualitas udara di kota Padang.

1.2  Perumusan Masalah
            Pesatnya tingkat pembangunan di kota Padang akan sejalan dengan peningkatan dinamika penduduk sehingga transportasi yang dibutuhkanpun akan meningkat juga. Dalam hal ini khususnya jumlah kendaraan yang ada di kota padang baik kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Perubahan kondisi ini akan membawa dampak tertentu terhadap peningkatan jumlah kendaraan. Dalam hal ini adalah terhadap kualitas udara kota Padang. Dimana kecendrungan kendaraan bermotor akan mengeluarkan polutan yang dapat mencemari udara.
Namun sejauh ini belum ada penelitian tentang kondisi kualitas udara di kota padang dan hubungan dengan kepadatan lalu lintas yang di duga akan mempengaruhi kualitas udara di kota padang.
Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kondisi kualitas udara di kota Padang dan
2.    Bagaimana hubungan antara kepadatan lalu lintas dengan kualitas udara di kota Padang.

1.3  Tujuan Penelitian
            Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.        Mengetahui kondisi kualitas udara di kota Padang.
2.        Mengetahui hubungan kepadatan lalu lintas dengan kualitas udara di kota Padang.



1.4  Manfaat Penelitian
Dari Hasil Penelitian ini diharapkan akan dapat :
1.      Memberikan gambaran tentang kualitas udara di kota Padang, sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Pemerintah Kota Padang dalam menata arus lalu lintas pada jalan-jalan yang padat kendaraannya.
2.      Sebagai upaya dalam meningkatkan mutu kualitas udara terutama untuk mengurangi pencemaran udara pada jalan-jalan tertentu di Kota Padang.

II.  METODE PENELITIAN

2.1  Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei sampai Agustus 2003. Lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan pada empat jalan utama di Kota Padang (Lihat Lampiran 1).
Stasiun 1 : Jalan Khatib Sulaiman                     di depan Kantor Kehutanan
Stasiun 2 : Jalan  Veteran                                   di depan Restoran KFC
Stasiun 3 : Jalan A.Yani                                      di depan Bank BNI 46
Stasiun 4 : Jalan Ki Mangunsarkoro                 di depan Komplek Perumahan Taman Mangunsarkoro (sebagai kontrol)

2.2  Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi gas SO2, HC, NOx, CO, Pb dan Debu. Penetapan stasiun pengambilan sampel didasarkan kepada kepadatan populasi kendaraan. Pengambilan sampel udara dan jumlah kendaraan dilakukan pada empat jalan utama di Kota Padang.
Untuk mengetahui kondisi iklim dan kualitas udara secara temporal, maka pengukuran dilakukan pada pukul 07.00 – 09.00, 13.00 – 15.00, 19.00 – 21.00 WIB karena pada jam tersebut merupakan jam sibuk atau kegiatan aktivitas sangat tinggi. Pengamatan hanya dilakukan pada hari kerja. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan alat hitung.

2.3  Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian ini adalah :
1.    Analisis deskriptif
Untuk menjelaskan kondisi kualitas udara di lokasi penelitian, yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran di lapangan dengan baku mutu udara ambient. 
2.    Analisis Statistik
Analisis yang digunakan adalah analisis statistik regresi linear sederhana dengan bantuan komputer menggunakan program olah data SPSS.
Regresi Linear Sederhana
Persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Y’ = a + bX

Y  =  Variabel dependent (SO2 , NOx, HC, CO,Pb, Debu)

X  =  Variabel independent (Kepadatan Lalu Lintas)
a    =  Intercep, perkiraan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X=0
b   =  Slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1  Kepadatan Kendaraan Pada Daerah Penelitian
Hasil pengukuran jumlah kendaraan rata-rata selama tiga hari di tiap-tiap lokasi penelitian di sajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1.  Rata-rata Jumlah Kepadatan  Lalu Lintas pada Empat Jalan di Kota Padang

NNo.

Lokasi
Kepadatan Lalu Lintas
(Kendaraan/jam)
RRata-rata / Jam
Pagi
Siang
Malam
1
Jl. Khatib Sulaiman
2.550
1.756
1.915
59
2
Jl. Ki Mangunsarkoro
985
521
344
77
3
Jl. Ahmad Yani
1.468
1.584
943
166
4
Jl. Veteran
2.382
1.876
1.443
237
Sumber: Lampiran 4

Berdasarkan distribusi jumlah kepadatan lalu lintas seperti yang disajikan pada Tabel 1, dapat dilihat adanya variasi jumlah kendaraan bermotor baik dalam waktu maupun lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan dengan adanya perbedaan jumlah kendaraan tiap jam yang melalui setiap ruas jalan yang diteliti pada jam-jam tertentu. Dari tabel 1 juga dapat dilihat kepadatan kendaraan tertinggi di jalan Khatib Sulaiman  259 kendaraan /jam dan yang terendah di jalan Ki Mangun Sarkoro 77 kendaraan /jam.
Tingginya Jumlah kepadatan kendaraan pada jalan Khatib Sulaiman baik pada pagi hari, siang serta malam hari hal ini disebabkan karena letaknya yang strategis dimana jalan ini dekat dengan beberapa perkantoran, rumah sakit, dan pusat pendidikan. Jalan ini merupakan pusat kota yang memiliki aktivitas yang tinggi dan dilalui oleh berbagai jenis kendaraan. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Khatib Sulaiman ini adalah bis kota, angkot, mobil pribadi, serta kendaraan roda dua.
Rendahnya jumlah kepadatan kendaraan pada jalan Ki Mangunsarkoro baik pada pagi hari, siang serta malam hari hal ini disebabkan karena jalan Ki Mangunsarkoro ini tidak merupakan pusat kota yang memiliki aktivitas yang tinggi serta tidak dilalui oleh kendaraan umum. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Ki Mangunsarkoro ini hanya mobil pribadi serta kendaraan roda dua.
Kepadatan kendaraan pada jalan A.Yani termasuk rendah. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Ahmad Yani ini adalah bis sekolah, angkot, mobil pribadi, serta kendaraan roda dua.
Kepadatan kendaraan di jalan Veteran termasuk yang tertinggi kedua setelah jalan Khatib Sulaiman. Adapun kendaraan yang lewat pada jalan Veteran ini adalah angkot, mobil pribadi, serta kendaraan roda dua.

3.2  Kandungan Bahan Pencemar
3.2.1  Karbon Monoksida
Hasil pengukuran di lapangan terhadap konsentrasi gas CO akibat gas buang kendaraan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsentrasi Karbon Monoksida pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
Karbon Monoksida (mg/Nm3)
Pagi
Siang
Malam
Khatib Sulaiman
299,45
419,23
140,12
Ki Mangunsarkoro
405,67
209,05
239,56
Ahmad Yani
235,04
77,97
204,53
Veteran
480,25
309,62
337,82
Baku Mutu
2.260 mg/Nm3


Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa variasi kandungan gas CO antara pagi, siang dan malam hari di semua lokasi pengukuran menunjukkan pola yang tidak jelas. Namun demikian pada jalan - jalan yang mempunyai kepadatan kendaraan relatif tinggi maka kadar CO yang dihasilkan juga relatif tinggi seperti jalan Khatib Sulaiman dan jalan Veteran.
Pada jalan Ki Mangunsarkoro jumlah kendaraan menurun tetapi kadar CO ditemukan relatif tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor jenis bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan yang melewatinya. Jenis bahan bakar yang digunakan menentukan banyak sedikitnya gas CO yang dikeluarkannya.
Dari Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa nilai dari konsentrasi CO di semua lokasi per waktu Masih berada dibawah baku mutu udara ambient. Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Karbon Monoksida  yang diperbolehkan yaitu sebesar 2.260 mg/Nm3 pengukuran 24 jam. Hal ini disebabkan pada jalan-jalan tersebut banyak terdapat pepohonan seperti pohon mahoni. Mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu menyerap kadar polutan di udara. Beberapa jenis pohon mempunyai sifat yang baik sekali untuk proteksi terhadap ancaman pencemaran udara oleh bahan buangan kendaraan di jalan raya. Dalam proses fotosintesis, pepohonan dapat mengabsorbsi CO dan CO2  yang berasal dari emisi pembakaran bahan bakar mesin (BBM) kendaraan bermotor. Proses transparansi dan refleksi yang dimiliki oleh pepohonan tersebut dapat menjadi barier mekanik dari debu dan partikel yang berterbangan di udara yang berasal dari debu kendaraan bermotor yang melaju di jalan raya               (Cahyani, 1999).




3.2.2  Nitrogen Dioksida
Tabel 3. Konsentrasi Nitrogen Dioksida pada empat Jalan di Kota Padang

Lokasi

Nitrogen Dioksida (mg/Nm3)
Pagi
Siang
Malam
Khatib Sulaiman
18,50
37,00
37,00
Ki Mangunsarkoro
18,50
18,50
111,00
Ahmad Yani
ttd
55,50
18,50
Veteran
18,50
16,65
18,50
Baku Mutu
2.260 mg/Nm3

Tabel 3 memperlihatkan bahwa ada kecenderungan dengan bertambahnya jumlah kendaraan maka konsentrasi NO2 akan bertambah. Konsentrasi NO2 di udara di pagi, siang, dan malam memiliki variasi yang berlainan di tiap-tiap lokasi pengukuran. Di jalan Ki Mangunsarkoro konsentrasi NO2 lebih tinggi pada malam hari, walaupun kepadatannya paling rendah. Faktor yang memungkinkan hal ini adalah di malam hari kecepatan anginnya rendah, sehingga kadar NO2 cenderung tinggal di lokasi sumber polutan. Di siang hari kecepatan anginnya tinggi sehingga kadar NO2 yang ada dapat didistribusikan ke lokasi lainnya, sehingga konsentrasi NO2 di lokasi sumber menjadi berkurang.
Menurut Cahyani (1999) faktor tanaman juga dapat mempengaruhi kadar polutan NO2. Di pagi dan siang hari stomata daun, yang berfungsi sebagai jalan masuknya polutan ketubuh tanaman, terbuka lebar. Hal ini memungkinkan masuknya gas NO2 ketanaman, sedangkan di malam hari stomata daun cenderung dalam keadaan tertutup dan ini menyebabkan konsentrasi NO2 tidak dapat terserap oleh tanaman. Dengan berkurangnya konsentrasi NO2 di udara oleh tanaman, maka kualitas udara dapat terjaga. Akan tetapi gas NO2 ini memberikan pengaruh yang negatif terhadap tanaman, yaitu dapat menyebabkan terjadinya nekrosis atau kerusakan jaringan daun yang mengancam pertumbuhan dari tanaman tersebut. Kualitas udara akibat polutan NO2 dapat diketahui dari nilai baku mutu udara ambient yang diperbolehkan untuk daerah penelitian. Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Nitrogen Dioksida  yang diperbolehkan yaitu sebesar 2.260 mg/Nm3 pengukuran selama 24 jam Berdasarkan hasil pada Tabel 3. di ketahui bahwa kualitas udara, khususnya konsentrasi NO2 masih jauh di bawah nilai baku mutu kecuali jalan Ki Mangunsarkoro sehingga dikatakan bahwa kualitas udaranya masih baik.

3.2.3  Hidrokarbon
Hasil pengukuran hidrokarbon di  lokasi pengukuran disajikan pada    Tabel 4.
Tabel 4. Konsentrasi Hidrokarbon pada empat Jalan di Kota Padang

Lokasi

Hidrokarbon (mg/Nm3)
Pagi
Siang
Malam
Khatib Sulaiman
ttd
21,43
ttd
Ki Mangunsarkoro
ttd
50,01
14,29
Ahmad Yani
28,58
35,72
14,29
Veteran
42,87
14,29
14,29
Baku Mutu
171,5 mg/Nm3

Konsentrasi Hidrokarbon (HC) cendrung tinggi pada siang hari yang terdapat pada jalan Khatib Sulaiman, jalan Ki Mangunsarkoro dan jalan Ahmad Yani sedangkan pada jalan Veteran konsentrasi hidrokarbon cenderung tinggi pada waktu pagi hari. Konsentrasi Hidrokarbon cenderung lebih tinggi dibanding pagi dan siang hari pada lokasi pengukuran. Hal ini mungkin disebabkan oleh kecepatan angin di lokasi-lokasi tersebut pada malam hari rendah. Pada jalan Khatib Sulaiman konsentrasi Hidrokarbonnya tidak terdeteksi yaitu pada waktu pagi hari dan malam hari. Dan pada jalan Ki Mangunsarkoro konsentrasi Hidrokarbon tidak terdeteksi pada pagi hari.
Dari Hasil Pengukuran Hidrokarbon dilokasi disajikan pada tabel 4.  konsentrasi Hidrokarbon yang paling tinggi pada jalan Ki Mangunsarkoro  karena konsentrasi Hidrokarbon cenderung tinggi disiang hari dan turun di malam hari. Hal ini disebabkan karena sifat gas Hidrokarbon yang mudah menguap dan terlepas keudara  (Fardiaz,1992). Tingginya konsentrasi Hidrokarbon di jalan Veteran pada pagi hari diduga disebabkan karena faktor kecepatan angin yang rendah sehingga polutan tidak terdistribusi  ketempat lain sedangkan pada siang hari kecepatan angin meningkat sehingga polutan terdistribusi kedaerah lain yang ditandai dengan turunnya konsentrasi Hidrokarbon disiang dan malam hari. Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Hidrokarbon yang diperbolehkan yaitu sebesar 171,5 mg/Nm3 pengukuran selama 24 jam. Dengan demikian konsentrasi Hidrokarbon pada penelitian ini untuk semua lokasi penelitian masih jauh di bawah 171,5 mg/Nm3. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas udara akibat gas Hidrokarbon masih baik, belum tercemar oleh polutan Hidrokarbon.

3.2.4  Sulfur Dioksida
Tabel 5. Konsentrasi Sulfur Dioksida pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
Sulfur Dioksida (mg/Nm3)
Pagi
Siang
Malam
Khatib Sulaiman
Ttd
104
182
Ki Mangunsarkoro
416 *
ttd
182
Ahmad Yani
ttd
78
52
Veteran
ttd
ttd
364*
Baku Mutu
260 mg/Nm3
Ket  :   ttd : tidak terdeteksi
*      :   > Nilai ambang batas (NAB)

Bila dilihat kadar SO2 paling tinggi untuk masing-masing lokasi adalah jalan Ki Mangunsarkoro. Tingginya konsentrasi SO2 pada jalan Ki Mangunsarkoro disebabkan kendaraan yang melintas pada jalan ini umumnya kendaraan pribadi yang menggunakan bahan bakar premium. Bahan bakar ini menghasilkan kadar polutan yang tinggi. Selain itu pada saat pengamatan di jalan Ki Mangunsakoro sedang dilakukan pembangunan Real estate yang menggunakan mesin diesel. Mesin diesel ini menggunakan bahan bakar solar sedangkan untuk solar Menurut Buku II NKLD DKI (2000) menyebutkan bahwa Kadar SO2 yang tinggi adalah dalam bahan bakar solar  (0,396 %). Maka dengan demikian mesin diesel akan meningkatkan konsentrasi SO2  di udara.
Pada Tabel 5 juga terlihat bahwa konsentrasi SO2 tidak terdeteksi pada setiap lokasi pengukuran yaitu pengukuran waktu pagi dan siang hari. Untuk pengukuran pagi hari yang tidak terdeteksi adalah di jalan Khatib Sulaiman dan jalan Ahmad Yani. Sedangkan yang tidak terdeteksi pada siang hari adalah di jalan Ki Mangunsarkoro, untuk jalan veteran tidak terdeteksi pada waktu pagi serta siang hari. Faktor yang menyebabkan tidak terdeteksinya konsentrasi SO2  diduga karena SO2  mempunyai daya reaksi yang besar sehingga dalam waktu yang relatif singkat kadarnya dapat berubah. Di Udara SO2 dioksidasi menjadi SO3 yang dalam keadaan lembab berubah menjadi H2S04 asam sulfat (Soe’eib,1991).
Tabel 5 juga memperlihatkan Berdasarkan PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Sulfur Dioksida yang diperbolehkan yaitu sebesar 260 mg/Nm3 pengukuran selama 24 jam. Hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa konsentrasi SO2 pada jalan Ki Mangunsarkoro pagi dan Veteran pada waktu malam hari telah melewati Nilai Ambang Batas (NAB) tersebut.










3.2.5  Debu
Tabel 6. Konsentrasi Debu pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
Debu (mg/Nm3)
Pagi
Siang
Malam
Khatib Sulaiman
182,73
214,39
107,91
Ki Mangunsarkoro
162,59
181,29
151,08
Ahmad Yani
161,15
184,17
125,18
Veteran
162,59
181,29
169,78
Baku Mutu
230 mg/Nm3

Kadar debu yang paling tinggi pada pagi dan siang hari terdapat pada jalan Khatib Sulaiman sedangkan pada malam hari pada jalan Veteran. Variasi konsentrasi debu di lokasi pengukuran seperti terlihat pada gambar di bawah ini, dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor ini memberikan pengaruh yang berlainan di tiap-tiap lokasi pengukuran. Faktor kepadatan memberikan pengaruh terhadap konsentrasi debu di lokasi-lokasi yang padat kendaraannya , misalnya di jalan Khatib Sulaiman dan Veteran (Tabel 1).
Berdasarkan hasil pada tabel 6 dapat dikatakan bahwa udara disemua lokasi pengukuran belum tercemar oleh debu karena masih dibawah PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi debu yang diperbolehkan yaitu sebesar 230 μg/Nm3 pengukuran selama 24 jam.
3.2.6  Pb
Tabel 7. Konsentrasi Pb pada empat Jalan di Kota Padang
Lokasi
Pb (mg/Nm3)
Pagi
Siang
Malam
Khatib Sulaiman
0,344
0,347
0,337
Ki Mangunsarkoro
0,340
0,336
0,339
Ahmad Yani
0,353
0,343
0,348
Veteran
0,349
0,352
0,359
Baku Mutu
2 mg/Nm3
Hasil pengukuran di lapangan tentang konsentrasi Pb akibat gas buang kendaraan bermotor disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat variasi konsentrasi Pb antara pagi, siang dan malam hari di semua lokasi pengukuran hampir sama dan masih dibawah baku mutu.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa konsentrasi Pb di semua lokasi pengukuran belum tercemar oleh Pb karena masih dibawah  PP RI No.41 Th 1999 Konsentrasi Pb yang diperbolehkan yaitu sebesar 2μg/Nm3 pengukuran selama 24 jam. Rendahnya kadar Pb dilokasi tersebut diduga disebabkan oleh banyaknya pohon-pohon terutama pohon mahoni (Swietenia mahagoni). Menurut penelitian Wargasasmita et al (1991) bahwa tumbuhan dapat mengakumulasi timbal pada daun dan kulit batangnya. Jumlah timbal yang terserap oleh daun dipengaruhi oleh jarak dan lebarnya tajuk. Lebar tajuk akan menyebabkan bahan pencemar terhalang gerakannya dan diserap oleh daun selain itu juga dipengaruhi oleh keadaan tanah disekitar pohon. Tanah yang ditutupi oleh tanaman penutup seperti rumput akan menghalangi masuknya timbal kedalam tanah yang nantinya diserap oleh akar.

3.3 Hubungan Kepadatan Lalu Lintas dengan Kandungan Bahan   Pencemar di Kota Padang
            Dari Hasil analisis diperoleh bahwa beberapa kandungan bahan pencemar melihatkan korelasi (hubungan) dengan jumlah kendaraan yaitu: CO, Pb serta Debu walaupun tidak nyata secara statistik.


 
3.3.1  Hubungan  Kepadatan Lalu Lintas dengan Kadar CO  
Dari analisis regresi dan kolerasi antara jumlah kendaraan dengan kadar CO ditemukan nilai r yang positif yaitu 0,518 artinya setiap bertambahnya jumlah kendaraan satu satuan akan menyebabkan kadar CO diudara pada daerah penelitian meningkat sebesar 0,0511 mg/Nm3. (Berdasarkan persamaan Y = 200,252 + 0,0031 X, dimana b = 0,0511). Namun secara statistik persamaan ini tidak berbeda nyata dan mempunyai kolerasi yang lemah. Tidak adanya korelasi yang erat kemungkinan besar disebabkan oleh jenis dan kualitas kendaraan yang lewat sangat bervariasi. Kendaraan baru umumnya pembakaran dalam mesinnya bagus sehingga kadar CO yang dikeluarkan sedikit. Mobil atau kendaraan tua banyak mengeluarkan gas CO karena proses pembakaran dalam mesin jelek. Pembakaran yang tidak sempurna dari proses pembakaran bahan bakar akan menimbulkan gas CO yang tinggi dan hal ini sering terjadi pada proses pembakaran dari kendaraan bermotor terutama kendaraan yang kurang pemeliharaannya. Selain itu karburator atau injector, saringan udara atau bensin yang kotor, serta kualitas bensin yang rendah juga bisa jadi penyebab meningkatnya CO.
Bila ditinjau dari kondisi dasar kadar CO di daerah penelitian sebesar 200, 252 masih tergolong rendah dari nilai ambang batas (NAB). Jadi kadar CO didaerah ini masih rendah pada saat penelitian baik pagi, siang, maupun malam hari. Dimana Kadar CO rata-rata yang ditemukan disemua tempat adalah 279,86 mg/ Nm3. Kadar ini tidak jauh berbeda dari kadar dasar CO. Hal ini disebabkan CO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dengan konsentrasi 0,01 – 0,02 ppm dan juga merupakan gas tidak reaktif dibandingkan kelompok bahan pencemar lainnya dan mempunyai kecepatan melemah (konsentrasi menipis 0,1% perjam ditempat sinar matahari. Oleh karena itu reaktifitasnya rendah dan konsentrasi dalam gelembung udara mudah terbawa oleh angin, maka konsentrasi CO dapat berkurang dengan cepat. Akan tetapi CO mempunyai waktu tinggal diudara 3 tahun, atau dengan kata lain CO akan tetap bertahan diudara lama sekali dan lebih berbahaya bila dibandingkan dengan SOx atau NOx yang waktu tinggal diudara hanya 5 hari (Soe’eib Cit Rau)
Pengamatan ini sejalan dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh Suksmeri (2003) yang menyatakan bahwa banyak faktor lain yang dapat menyebabkan tinggi rendahnya konsentrasi CO diudara, misalnya kecepatan angin yang dapat mendistribusikan polutan ke lokasi lain, faktor kelembaban udara yang mampu mengikat polutan sehingga konsentrasinya relatif tinggi dan juga dari tanaman itu sendiri, karena setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menyerap polutan.        

3.3.2   Hubungan  Kepadatan Lalu Lintas dengan Kadar Pb
Dari analisis regresi dan kolerasi antara jumlah kendaraan dengan kadar Pb ditemukan nilai r yang positif yaitu 0,499 artinya setiap bertambahnya jumlah kendaraan satu satuan akan menyebabkan kadar Pb diudara pada daerah penelitian meningkat sebesar 0,0000034 mg/Nm3. (Berdasarkan persamaan Y = 0,338 + 0,0000034X, dimana b = 0,0000034). Namun pada dasarnya bila dilihat dari nilai r sendiri hubungan ini masih lemah dan bila ditinjau secara statistik persamaan ini tidak berbeda nayata sehingga dalam hal ini peranan kendaraan dalam menambah jumlah kadar Pb masih kecil dan tidak nyata. Tidak adanya korelasi yang erat kemungkinan besar disebabkan oleh jenis bahan bakar dan kualitas kendaraan yang lewat sangat bervariasi. Kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin dan solar . Jenis Kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin mengeluarkan Pb lebih banyak.
Salah satu alternatif untuk menurunkan konsentrasi pencemaran udara timbal di perkotaan adalah dengan menggunakan bensin tanpa timbal (misal super TT) pada kendaraan bermotor. Namun demikian, perlu difikirkan bahwa tidak semua design kendaraan bermotor sesuai bila menggunakannya. Selain itu harganya lebih tinggi dari bensin biasa maka perlu difikirkan juga tentang kemampuan atau daya beli masyarakat.
Namun, sejak 1990 desain mobil sudah disesuaikan dengan bensin tanpa timbal (Unleaded gasoline). Selain itu untuk menggiring masyarakat sadar terhadap gas buang kendaraan mereka, dilakukan pula uji emisi gas buang secara mendadak di beberapa ruas jalan. Untuk keperluan pengujian emisi, alat penguji itu berupa gas analyzer untuk mengukur emisi gas buang kendaraan berbahan bakar bensin, dan smoke tester untuk mengukur kepekatan asap dari kendaraan berbahan bakar solar.
Bila ditinjau dari kondisi dasar kadar Pb di daerah penelitian sebesar 0,338 mg/Nm3 kadar ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB). Jadi kadar Pb didaerah ini masih tergolong rendah pada saat penelitian baik pagi, siang, maupun malam hari. Adapun Kadar Pb rata-rata yang ditemukan disemua tempat adalah 1,037 mg/ Nm3. Kadar ini jauh lebih tinggi dari kadar dasar Pb namun belum melebihi nilai ambang batas (2 mg/Nm3 ).
Hasil analisa yang dilakukan antara jumlah kendaraan dengan kadar Pb pada dasarnya jumlah kendaraan itu mempengaruhi kadar Pb secara positif, namun pengaruh ini masih kecil dan secara statistik tidak berbeda nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kadar Pb di beberapa tempat di kota Padang (penelitian) masih dibawah nilai ambang batas.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan peningkatan jumlah kendaraan di kota Padang masih kecil sumbangannya terhadap Pb diudara dan tidak berbeda nyata. Namun ada kemungkinan peningkatan jumlah kendaraan yang terus menerus selama beberapa tahun yang akan datang akan berpeluang terhadap dalam peningkatan kadar Pb yang besar dan nyata. Untuk menghindari pencemaran udara maka dianjurkan untuk menggunakan bensin bebas timbal.

3.3.3   Hubungan  Kepadatan Lalu Lintas dengan Kadar Debu 
Dari analisis regresi dan kolerasi antara jumlah kendaraan dengan kadar debu ditemukan nilai r yang positif yaitu 0,483 artinya setiap bertambahnya jumlah kendaraan satu satuan akan menyebabkan kadar debu diudara pada daerah penelitian meningkat sebesar 0,0097357 mg/Nm3. (Berdasarkan persamaan Y = 156,093 + 0,007357X, dimana b = 0,007357). Namun pada dasarnya bila dilihat dari nilai r sendiri hubungan ini masih lemah dan bila ditinjau secara statistik persamaan ini tidak berbeda nyata sehingga dalam hal ini peranan kendaraan dalam menambah jumlah kadar debu masih kecil dan tidak nyata. Tidak nyata berkorelasinya terhadap debu karena kondisi jalan yang tidak sama, terutama di jalan Khatib Sulaiman yang umumnya debunya sedikit karena jika waktu hari hujan debu tidak tertinggal dijalan maka akan terbawa hanyut kepinggir jalan karena tanah yang disekitarnya rendah.
Bila ditinjau dari kondisi dasar kadar debu di daerah penelitian sebesar 156,093 mg/Nm3 kadar ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan nilai ambang batas (NAB). Jadi kadar Debu didaerah ini masih tergolong rendah pada saat penelitian baik pagi, siang, maupun malam hari. Adapun Kadar Debu rata-rata yang ditemukan disemua tempat adalah 496,1875 mg/ Nm3. Kadar ini jauh lebih tinggi dari kadar dasar debu yang ada di daerah penelitian. Demikian pula halnya bila dibandingkan nilai ambang batas. Kadar yang ditemukan jauh melebihi  nilai ambang batas yang dibolehkan (230 mg/ Nm3 ).
Berdasarkan hasil analisa antara jumlah kendaraan dengan kadar debu ternyata jumlah kendaraan mempengaruhi kadar debu di daerah penelitian. Hal ini terjadi akibat debu dari emisi kendaraan dan terbangnya debu-debu disekitar jalan akibat padatnya arus lalu lintas.

IV.  KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:

4.1   Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap pengaruh kepadatan lalu lintas terhadap kualitas udara di Kota Padang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kondisi Kualitas Udara di Kota Padang masih cukup baik dimana dari empat lokasi yang diamati Kadar Sulfurdioksida berkisar dari 52 μg/Nm3 sampai 416 μg/Nm3, Karbonmonoksida berkisar dari 77,97 μg/Nm3 sampai 480,25 μg/Nm3, Hidrokarbon berkisar dari 14,29 μg/Nm3  sampai 50,01 μg/Nm3 , Nitrogen Oksida berkisar dari 16,7 μg/Nm3 sampai 111 μg/Nm3 , Timbal berkisar dari 0,336 μg/Nm3  sampai 0,359 μg/Nm3, Debu berkisar dari 107,9 μg/Nm3 sampai 214,4 μg/Nm3 . Nilai semua parameter yang diamati masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Baku Mutu Udara Ambient Nasional PP. RI. No. 41 th 1999 untuk Kota Padang.
  2. Kepadatan lalu lintas pada jalan Khatib Sulaiman, Ki Mangunsarkoro, Ahmad yani serta Veteran di kota padang tidak melihatkan hubungan yang signifikan dengan kadar SO2 , CO, HC, NO, Pb serta Debu di udara.

4.2  Saran-saran
Dalam upaya menurunkan konsentrasi polutan pada beberapa ruas jalan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menghindari kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan, perlu adanya pengaturan jalur lalu lintas jalan raya, sehingga tidak menimbulkan kemacetan terutama pada jam-jam sibuk.
2.      Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kualitas udara dan faktor lain yang mempengaruhinya pada ruas jalan padat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Basronni, BM. 1987. Studi Pendahuluan Penentuan Kandungan Timbal (Pb) diudara pada Beberapa Lokasi di Kotamadya Padang. Hal 3
Bayong, T. 1987. Iklim dan Lingkungan. PT. Cendekia Jaya Utama. Bandung.
BMG. 2003. Data Klimatologi bulan Juli 2003. Stasiun Meteorologi dan Geofisika Tabing. Padang. 2 hal.

BPS Sumbar 2003. Padang Dalam Angka 2003. Kantor Statistik Kota Padang. Hal. 1 

Cahyani, N. 1999. Pengaruh Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Keberadaan Jalur Hijau terhadap kualitas udara dan Parameter Iklim di Kotamadya Yogyakarta. Skripsi.UGM. Yogyakarta. 87 hal
Dewata, I. 2001. Analisis SO2, NO2 dan Logam Pb di Udara dengan metode Spektrofotometri di Kotamadya Padang, Sumatera Barat. Fakultas MIPA-Kimia UNP. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Volume.21 No 4. Hal 246 - 255
Dewi, K. 2000. Pemantauan Kualitas Udara Ambient. Laboratorium Kualitas Udara. ITB. Bandung. Hal 40-92
J. Supranto, M.A 1996. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi kelima jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta 323 hal.

Lestari, P. 2000. Pengantar Pencemaran Udara serta Pengelolaannya. Laboratorium Kualitas Udara. ITB. Bandung. Hal 1 – 39
Manahan, E.S. 1983. Environmental Chemistry.  Fourt Edition.  Cole Publishing Company. California.
Moestikahadi, S. 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung. 274 hal
Munaf, E.  2000.  Kimia Analisa Lingkungan. Pascasarjana Universitas     Andalas.  Padang. 163 hal
Palar, H.1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 152 hal
Pemerintah Kota Padang dan Bappeda kota Padang.2003. Laporan Draft Akhir Penyusunan Database Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) Kota Padang Tahun Anggaran 2003. Padang. Hal I-1 s/d I-9, II-1 s/d II-6 dan V-36 s/d V-49

Priyati, Y. 1989. Penelitian Pencemaran Udara oleh Partikel Debu. Dalam Berita Pusat Riset Dirgantara LAPAN. Jakarta.
Ratna, A.S. 1990. Penentuan Kadar CO di Kawasan Terminal Bus Umbulharjo Kotamadya Yogyakarta. Tesis. Fakultas Biologi. UGM. Yogyakarta.
Ruslan, H.P. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Satya Wacana. Semarang.
Sastrawijaya, T.A. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit PT. Rineka Cipta Jakarta. 274 hal
Soe’eib, S. 1991. Kualitas Udara di Pusat Transportasi Umum dan dikawasan Industri di Kota Surabaya serta pengaruhnya terhadap kesehatan penduduk. Tesis Universitas Air Langga. Surabaya. Hal 26. 
Suin, N.M. 2000 Biostatistika. Penerbit YPTK Padang. 321 halaman  
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta. 297 hal
Suskmeri. 2003. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kadar Karbonmonoksida di beberapa ruas jalan di Kota Padang tahun 2003. Tesis. Padang Hal 22    
Widiati, W. 1994. Pengaruh Gas Buang Kendaraan Bermotor terhadap Kadar Timbal Darah Pedagang Kaki Lima (Kasus di Kodya Yogyakarta). Tesis. Fakultas Geografi. UGM. Yogyakarta.




BIODATA PENULIS




Nama                           :   YANISMAI
Tempat/Tgl Lahir         :   Bukittinggi / 30 April 1976
Pekerjaan                     :   -
Instansi                        :   -
Jabatan                        :   -
Pangkat                       :   -
Golongan                     :   -
Riwayat Pendidikan:
1.    1983-1989          SD Pertiwi I Padang
2.    1989-1992           Diniyyah Puteri Padang Panjang
3.    1992-1995           MAN I Padang
4.    1995-2000           Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial UNP Padang.






Tidak ada komentar :

Posting Komentar