BAB I
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Awal Perkembangan Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan
Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai
Pasangan (Pasai). Pada muara sungai itu terletak dua kota, yaitu
samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang
masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Sile yang
masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan
Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan menjadi sultan (raja)
dengan gelar Sultan Malik al Saleh.
Setelah resmi menjadi
kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat
perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India,
Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak
berdatangan di Samudera Pasai.
Samudera Pasai setelah
pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah pedalaman
meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh
Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan,
dan Pasai.
Aspek Kehidupan Politik
Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:
1) Sultan Malik al Saleh ( 1290 – 1297)
2) Muhammad Malik az Zahir ( 1297 – 1326 )
3) Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)
4) Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346 )
5) Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383 )
6) Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383 – 1405 )
7) Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )
8) Sallah ad Din ( 1412 – … )
9) Abu Zaid Malik az Zahir ( … – 1455 )
10) Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477 )
11) Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )
12) Abdullah Malik az Zahir ( 1501 – 1513 )
13) Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )
Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa pemerintahan raja-raja berikut ini:
Sultan Malik al Saleh
Sultan
Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar
di Kerajaan Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota Pasai
dan
menjadikan masyarakatnya sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat
pada tahun 1297, jabatan beliau diteruskan oleh putranya, Sultan Malik
al Thahir. Lalu takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua cucunya yang
bernama Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah
memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua
perdana menterinya.
Sultan Ahmad Perumadal Perumal
Pada masa
pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera
Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan
lain, yakni Kesultanan Delhi (India).
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Kehidupan
ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada
kegiatan perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini
dikarenakan, banyaknya pedagang asing yang sering singgah bahkan menetap
di daerah Samudera Pasai, yakni Pelabuhan Malaka. Mereka yang datang
dari berbagai negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat kemudian bergaul
dengan penduduk setempat dan menyebarkan agama serta kebudayaannya
masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
Samudera Pasai bertambah maju, begitupun di bidang perdagangan,
pelayaran dan keagamannya.
Keberadaan agama Islam di Samdera
Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di Timur Tengah. Hal itu
terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di Samudera
Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir.
Pada saat itu, di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti
Fatimah yang beraliran Syi’ah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran
Syafi’i.
Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai
menyesuaikan dengan adat istiadat setempat. Oleh karena itu kehidupan
sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat
setempat.
Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai
Pada waktu
Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang mengembangkan politik
ekspansi. Majapahit setelah meyakini adanya hubungan antara Samudera
Pasai dan Delhi yang membahayakan kedudukannya, maka
pada tahun
1350 M segera menyerang Samudera Pasai. Akibatnya, Samudera Pasai
mengalami kemunduran. Pusat perdagangan Samudera Pasai pindah ke pulau
Bintan dan Aceh Utara (Banda Aceh). Samudera Pasai runtuh ditaklukkan
Aceh
BAB II
KERAJAAN ACEH
Awal Perkembangan Kerajaan Aceh
Aceh
semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh ke
tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka
beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang
dengan cepat dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri
sebagai kerajaan merdeka. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus
pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M).
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai berikut:
1) Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.
2) Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
3) Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.
4) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh.
Sultan
Ali Mughayat Syah merupakan Raja pertama di Aceh sekaligus beliau
merupakan pendiri Kerajaan Aceh. Setelah beliau mangkat, raja
selanjutnya adalah Sultan Ibrahim. Dalam pemerintahannya beliau berhasil
menaklukkan Pedir. Raja berikutnya adalah Iskandar Muda. Pada masa
pemerintahan beliau, Aceh mencapai puncak kejayaan dan menjadi sumber
komoditas lada dan emas. Beliau mangkat pada tahun 1636 M dan digantikan
oleh menantunya Iskandar Thani yang tidak memiliki kecakapan. Dalam
pemerintahannya, Kerajaan Aceh terus-menerus mengalami kemunduran.
Aspek Kehidupan Kebudayaan
Letak
Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan
demikian, kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena
sering berhubungan dengan bangsa lain. Contohnya, yaitu tersusunnya
hukum adat yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta
Alam.
Dengan hukum adat Makuta Alam itulah, sehingga tata
kehidupan dan segala aktivitas masyarakat Aceh didasarkan pada aturan
Islam. Dengan demikian, keadaan Aceh seolah-olah identik dengan Mekah,
Arab Saudi. Atas dasar itulah, Aceh mendapat julukan Serambi Mekah.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Bidang
perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah Sultan
Ibrahim dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin
bertambah makmur dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Dengan
kekayaan melimpah, Aceh mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat.
Kemunduran Kerajaan Aceh
Kemunduran Kerajaan Aceh ketika itu disebabkan oleh hal-hal sebagai-berikut:
Kekalahan perang antara Aceh melawan Portugis di Malaka pada tahun 1629 M.
Tokoh pengganti Iskandar Muda tidak secakap pendahulunya.
Permusuhan yang hebat di antara kaum ulama yang menganut ajaran berbeda.
Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri dengan Aceh.
Pertahanan
Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa lainnya berhasil mendesak dan
menggeser daerah-daerah perdagangan Aceh. Akibatnya perekonomian semakin
melemah.
BAB III
KERAJAAN DEMAK
Awal Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya
merupakan daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan
kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika
kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri
sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para
bupati, Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar
Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang
kuat. Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara
Pulau Jawa. Sementara itu, daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa,
seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Pada
tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan digantikan
oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan
Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya
memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak masuk
ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh
adiknya Trenggana. Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha
besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas
kekuasaan Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta
pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang
tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa lalu
menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya
tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi
raja di Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan
berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat
kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan
Bupati Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra
Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana mangkat pada tahun 1546
M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat
di Demak. Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli
waris Demak juga saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan
muncullah kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.
Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan
sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan
diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu
saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan
Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak yang
masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang
kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam
bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah
pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama
beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor,
antara lain beras, madu, dan lilin.
E. Keruntuhan Kerajaan Demak
Keruntuhan
Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang dilakukan oleh
Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka
Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang sebagai
pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh suami dan
adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka
berhasil meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain
adalah Aria Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh
Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan
tamatlah riwayat Kerajaan Demak.
BAB IV
KERAJAAN BANTEN
Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula
Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki
Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh
menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di
Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun
1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya,
Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M),
Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke
Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja
Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan
digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas
daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan
Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas
dalam pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa
Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami
puncak kejayaan. Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan
masyarakatnya diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan
kota. Bidang pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan
Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat, terjadilah
perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa
itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia
sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa
pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M. Kemudian
digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi oleh
Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten
mengalami kemunduran.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Banten
tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat,
Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial
masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam.
Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan,
tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kemunduran Kerajaan Banten
Penyebab
kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar Banten
Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara
di Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten.
Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi peang saudara, apalagi
sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti Maulana Yusuf.
BAB V
KERAJAAN MATARAM ISLAM
Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada
waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik
menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu
menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil
anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat
pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram.
Setelah menjadi bupati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi
raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit
pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah
itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan
pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri beserta
pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran
Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang
kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568
M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Dalam
menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi
rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan
Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan
menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan
bupati-bupati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan
landasan kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah
Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas
Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak,
seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan
Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung
mempersiapkan sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut
serta penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya
berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh
Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai
seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda.
Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan
masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum
Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam
pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas
memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana
terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana.
Untuk
menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang
dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan
Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini
menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena
letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki
daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai
pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus
perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat
pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra.
Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping
itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang
cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari
hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran
Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan
menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan
ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk
berperang.
BAB VI
KERAJAAN MAKASSAR
Awal Perkembangan Kerajaan Makassar
Di
Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi
yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat
dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya
Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera
mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai
kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari
Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan
Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan
salah satu kerajaan Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena
letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan
Malaka.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan
Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja
berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh
putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil
memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan
kecil di Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone.
VOC setelah
mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai dan banyak
menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan
dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan
Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah).
Namun, bujukan VOC itu ditolak.
Setelah peristiwa itu, antara
Makassar dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden
penipuan tahun 1616. Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk
suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti
dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak
Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam
peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan
Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone) yang
ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Kerajaan
Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian
terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan
Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang sehingga
menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian,
masyarakatnya hidup aman dan makmur.
Dalam menjalankan
pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis Sembilan)
yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan
tertinggi dibawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu
oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi disebut anrong guru
lompona tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang
juga bertugas mengurus perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat
bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan
bilal.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari Kerajaan
Makassar adalah keahlian masyarakatnya membuat perahu layar yang disebut
pinisi dan lambo.
D. Kemunduran Kerajaan Makassar
Kemunduran
Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC yang
berlangsung sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat Aru
Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan saat itu
Kerajaan Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan Bone sehingga Raja
Bone setuju bekerja sama dengan VOC.
BAB VII
KERAJAAN TERNATE
Awal Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada
abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan
Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di
Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore,
Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang
paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari
Nusantara maupun pedagang asing.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja
Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya,
Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya,
bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga
tahun 1500 M. Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut
dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada
masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak
kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh
kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam
juga tersebar sangat luas.
Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan
dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad
ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing
datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk
ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan
keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat
membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai kerajaan yang bercorak
Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak
menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun
dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian
dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan
yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya
membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
Kemunduran Kerajaan Ternate
Kemunduran
Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore
yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba
oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan
tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol
dalam bentuk organisasi yang kuat.
BAB VIII
KERAJAAN TIDORE
Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan
tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik
tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di
kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan.
Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah
Syekh Mansur dari Arab.
Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Raja
Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku
(1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat
apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik,
berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup
luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan
Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga
giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Sebagai
kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan
sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat
pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis
melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci
Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya,
seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan
Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang
datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran
Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate
yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba
oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan
tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol
dalam bentuk organisasi yang kuat.