Kendala dan Prinsip Reklamasi Tambang atau Mine
Reclamation Problems and Principle
Kendala Reklamasi
Lahan pasca tambang dapat dianalisis
secara fisik, kimia dan hidrologis. Secara fisik, lahan telah mengalami
kerusakan, kedalaman efektif tanah menjadi dangkal, terdapat berbagai lapisan
penghambat pertumbuhan tanaman seperti pasir, kerikil, lapisan sisa-sisa
tailing dan pada kondisi yang parah dapat pula terlihat lapisan cadas. Bentuk
permukaan tanah biasanya secara topografis sangat ekstrem, yaitu antara
permukaan tanah yang berkontur dengan nilai rendah dan berkontur dengan nilai
tinggi pada jarak pendek bedanya sangat menonjol. Dengan kata lain terdapat
perbedaan kemiringan tanah yang sangat mencolok pada jarak pendek.
Secara kimia, lahan tidak dapat lagi
memberikan dukungan positif terhadap penyediaan unsur hara untuk pertumbuhan
tanaman. Secara hidrologis, lahan pasca tambang tidak mampu lagi mempertahankan
fungsinya sebagai pengatur tata air. Hal ini terjadi karena terganggunya
kemampuan lahan untuk menahan, menyerap air dan menyimpan air, karena tidak ada
vegetasi atau tanaman penutup lahan. (Sitorus,2003).
Untuk melakukan reklamasi tambang
terdapat berbagai kendala, antara lain
- Kendala utama yang sering menghambat keberhasilan usaha reklamasi lahan bekas tambang adalah kondisi iklim mikro yang belum sesuai, kekurangan air untuk menyiram dan kesulitan mendapatkan bahan-bahan amelioran, khususnya bahan organik.
- Pada beberapa lahan tambang, kesulitan lain yang dihadapi bertambah dengan sulitnya memperoleh “tanah pucuk” karena kondisi asli tambang tersebut yang berada pada jenis tanah Litosol yang memiliki solum sangat tipis.
- Kondisi tanah yang marginal bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
- Berpengaruh pada kenaikan komponen biaya kegiatan lingkungan hidup dan sosial perusahaan
- Bahan tambang merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui atau tidak berkelanjutan
- Banyaknya komponen biaya tidak terduga yang harus dikeluarkan oleh perusahaan tambang di negara berkembang, sehingga seringkali regulasi penutupan tambang hanya sebatas wacana dan persyaratan administrasi dari pemerintah. Kadangkala syarat tersebut dapat dinegosiasi dengan kompensasi lain.
- Masih adanya perbedaan tentang konsep dan tujuan penutupan tambang yang berkelanjutan.
Salah satu cara untuk mengatasi
kendala seperti yang diuraikan tersebut di atas adalah merumuskan model
reklamasi lahan pasca tambang yang efektif dan efisien. Efektif artinya dapat
dilaksanakan di lapangan dengan menggunakan teknologi yang mudah dilakukan oleh
masyarakat setempat, dan dapat memberikan manfaat ekonomi, baik kepada
masyarakat maupun pemerintah daerah secara berkesinambungan. Efisien, artinya
memilih strategi untuk melakukan rehabilitasi lahan dalam sebuah model
reklamasi dengan biaya relatif rendah, namun mendapatkan hasil yang optimal dan
dalam kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Prinsip-prinsip Reklamasi Lahan
Tambang
Ada dua belas prinsip pengembangan
keberlanjutan lingkungan, yaitu:
1)
Penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui harus dapat diminimalkan.
2)
Penggunaan bahan berbahaya atau bahan pencemar dan menimbulkan sampah harus
dikurangi.
3)
Sumberdaya yang dapat diperbaharui digunakan dalam kerangka regenerasi.
4)
Kualitas tanah dan sumber air perlu dipelihara dan diperbaiki.
5)
Keanekaragaman margasatwa, habitat dan spesies dipelihara dan diperbaiki.
6)
Udara dan atmosfer perlu dijaga dan pengaruh perubahan iklim dimitigasi.
7)
Pertimbangan sosial perlu dikembangkan untuk meningkatkan perbaikan kualitas
hidup semua.
8)
Pengembangan keberlanjutan tergantung pada kerjasama dan kesepakatan antar
bagian.
9)
Kualitas pemandangan, warisan sejarah dan lingkungan buatan dan sumber budaya
perlu dipelihara dan diperbaiki.
10) Pengambilan keputusan
perlu dikembangkan dengan pendekatan holistic.
11) Partisipasi stakeholder
dikembangkan pada semua tingkat pengambilan keputusan.
Pada lahan pasca tambang, reklamasi
lahan adalah upaya menciptakan agar permukaan tanah dapat stabil, dapat
menopang sendiri secara keberlanjutan (self-sustaining) dan dapat digunakan
untuk berproduksi, dimulai dari hubungan antara tanah dan vegetasi, sebagai
titik awal membangun ekosistem baru (Val dan Gil, 1996). Reklamasi lahan pasca
tambang pada dasarnya adalah untuk mengatasi kerusakan lahan terus menerus dan
menciptakan proses pembentukan unsur hara melalui pelapukan serasah daun yang
jatuh. Aktifitas tersebut diharapkan dapat berkesinambungan dan dapat membentuk
ekosistem baru.
Reklamasi lahan pasca tambang
terbuka secara teknis, menurut hasil penelitian KPC (2003) harus diupayakan
agar terdapat lapisan penghalang pyrite. Pyrite adalah zat yang sewaktu-waktu
dapat berfungsi sebagai racun bagi tanaman. Masalah-masalah non teknis juga
mendapatkan porsi yang sama untuk dipertimbangkan, antara lain inspirasi atau
kemauan masyarakat setempat dari stakeholders terhadap lahan pasca tambang
batubara terbuka dan sebagai wadah perilaku masyarakat setempat dalam kaitannya
dengan mengolah lahan. Perilaku yang dimaksud adalah memanfaatkan lahan secara
tumpang sari atau berbagai jenis tanaman yang bermanfaat secara ekonomi.
Menurut Soelarno (2007) aspek
penting dalam keberhasilan perencanaan penutupan tambang adalah
- Adanya partisipasi stakeholder. Tujuan dan criteria untuk menentukan keberhasilan penutupan tambang harus melibatkan stakeholder yang terdiri atas masyarakat setempat, karyawan, pemerintah dan pihak-pihak terkait seperti lembaga swadaya masyarakat dengan upaya-upaya yang diarahkan dalam rangka pengembangan masyarakat di sekitar area tambang
- Tahapan perencanaan yang bersifat dinamis, artinya identifikasi isu-isu potensial yang perlu dikelola dikemudian hari harus dilakukan selama kegiatan pertambangan masih berlangsung, yaitu dengan melakukan desain awal penutupan tambang, reklamasi progresif (reklamasi yang dilakukan selama kegiatan eksploitasi dengan kecepatan yang sama dengan pembukaan lahan), rencana penutupan lahan sementara dan rencana penutupan tambang final
- Keberlanjutan ekonomi. Perlu merumuskan tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat pendapatan masyarakat sebelum adanya kegiatan pertambangan, selama kegiatan pertambangan berlangsung dan setelah tambang berakhir. Diupayakan setelah tambang berakhir tidak terjadi penurunan tingkat perekonomian masyarakat sekitar tambang bahkan kalau bisa harus meningkat
- Keberlanjutan lingkungan. Apabila suatu daerah akan ditinggalkan setelah sumberdaya mineral habis ditambang, beberapa persyaratan lingkungan perlu dipenuhi agar terpenuhi tujuan dari perencanaan penutupan tambang, yaitu kestabilan ekologi, kimia dan fisik
Sternloff dan Warren (1984)
mengemukakan bahwa ada dua belas prinsip sebagai petunjuk dasar untuk
mewujudkan program pengelolaan reklamasi tambang, yaitu:
- menetapkan tujuan, standar dan prosedur pemeliharaan
- pemeliharaan dilakukan berdasarkan penggunaan waktu, tenaga, alat, dan bahan secara ekonomis
- pelaksanaan pemeliharaan merujuk pada perencanaan pemeliharaan tertulis
- jadwal pekerja pemeliharaan berdasarkan pada pertimbangan kebijakan dan prioritas
- seluruh bagian pemeliharaan hendaknya menekankan pada pencegahan pemeliharaan daripada pemulihan kerusakan
- divisi pemeliharaan menjadi divisi penting yang perlu dikelola dengan baik
- adanya sumberdaya dana yang memadai untuk mendukung program pemeliharaan
- adanya sumberdaya manusia yang professional untuk melaksanakan fungsi pemeliharaan
- adanya tanggung jawab terhadap keamanan pegawai serta masyarakat
- program pengelolaan harus dirancang untuk memelihara lingkungan alami
- pemeliharaan harus menjadi pertimbangan utama dalam perancangan dan pembangunan taman dan fasilitasnya
- pegawai bagian pemeliharaan bertanggung jawab bagi pencitraan masyarakat terhadap dinas pertamanan
Waktu yang paling tepat untuk
memulai proses reklamasi lahan bekas tambang adalah pada saat sebelum kegiatan
operasi dimulai. Dengan kalimat lain, kegiatan reklamasi ini sudah
diperhitungkan sejak awal sehingga keseluruhan biaya penambangan dan reklamasi
bisa diperhitungkan. Sejak awal biaya reklamasi sudah menjadi bagian dari biaya
penambangan.
Dalam perencanaan reklamasi lahan
bekas tambang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama adalah keselamatan lokasi
tambang, khususnya jika areal tambang terbuka untuk akses publik. Selain itu
penutupan gedung-gedung perkantoran, pemindahan fasilitas-fasilitas pemrosesan,
peralatan transportasi, serta prasarana dan sarana lainnya harus diselesaikan
dengan baik. Perusahaan juga harus menutup terowongan-terowongan dan
lubang-lubang lainnya yang secara potensial dapat menimbulkan bahaya.
Kedua adalah restorasi permukaan
lahan, kualitas air, dan tempat-tempat pembuangan limbah sehingga dalam jangka
panjang tidak terjadi polusi air, erosi tanah, pembentukan debu ataupun
berbagai masalah yang terkait dengan vegetasi. Restorasi dengan vegetasi asli
seringkali menjadi bagian penting dalam usaha reklamasi karena tanaman ini akan
sangat membantu dalam memperbaiki struktur tanah. Perhatian juga perlu
diberikan pada saat penempatan overburden ataupun tailing yang berpotensi
menghasilkan asam ataupun logam-logam berat agar tidak mencemari lingkungan
sekitarnya. Perencanaan yang baik terhadap penempatan lokasi-lokasi pembuangan
limbah, tailing dan areal-areal terganggu lainnya akan mengurangi resiko
pencemaran.
Agar reklamasi bisa bermanfaat untuk
masyarakat di sekitar lokasi tambang, maka masyarakat perlu dilibatkan sejak
dini dan penggunaan sumberdaya lokal perlu diutamakan, seperti spesies tanaman,
bahan amelioran dan sarana produksi. Selain itu teknologinya juga harus mudah
diadopsi oleh masyarakat dan pengusaha lokal, serta mudah dan cepat diterapkan
di lapang. Teknologi yang mudah diadopsi oleh masyaraka dan pengusaha local
diperlukan agar, ketika perusahaan tambang sudah hengkang, maka operasional dan
pemeliharaan teknologi relative mudah dan murah sekaligus memutus siklus
ketergantungan dengan teknologi luar.
Alternatif penggunaan lahan bekas
tambang yang umum dilakukan adalah untuk kawasan kehutanan, pertanian, dan lokasi
wisata. Pilihan dari skema reklamasi ini tergantung terutama kepada iklim
(termasuk iklim mikro), topografi lahan pasca tambang, keberadaan tanah pucuk,
jarak ke pusat-pusat perkotaan dan status lahan. Sebagai contoh, beberapa
alasan mengapa hutan dipilih untuk skema reklamasi bisa karena lereng yang
terbentuk setelah proses regrading masih terlalu curam untuk kegiatan
pertanian, produksi hasil kayu hutan lebih menguntungkan, tanaman hutan mungkin
ditanam hanya untuk memenuhi aspek estetik saja, atau status lahan mengharuskan
lahan bekas tambang ditanami kembali dengan tanaman kehutanan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar